Perjalanan Reforma Agraria di Asahduren, Sertipikat Tanah Ulayat Buka Akses Ekonomi Masyarakat

Perjalanan Reforma Agraria di Asahduren, Sertipikat Tanah Ulayat Buka Akses Ekonomi Masyarakat
Perjalanan Reforma Agraria di Asahduren, Sertipikat Tanah Ulayat Buka Akses Ekonomi Masyarakat - (ISTIMEWA)
0 Komentar

SUMEDANG EKSPRES, NASIONAL – Dari Desa Adat Asahduren di Kabupaten Jembrana, Bali, lahir cerita keberhasilan sertifikasi tanah ulayat yang membuka peluang dan harapan menciptakan masyarakat adat yang lebih berdaya.

Keberadaan legalitas tanah adat melalui sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) di Asahduren tak hanya memberikan pengakuan dan kepastian hukum, namun membuka kesempatan kerja bagi para petani dan peluang peningkatan ekonomi masyarakat adat melalui kehadiran off-taker.

“Inilah fungsi dari sertifikat yang telah kami dapatkan dari BPN. Karena sertipikat inilah kami bisa memberdayakan tanah kami, bisa menjalin kerja sama dengan PT NSA (Nusantara Segar Abadi). Jika tanah adat kami tidak bersertipikat, tentu sulit ini,” ujar Ketua Adat (Bendesa) Desa Asahduren, I Kadek Suentra, saat ditemui pada Selasa (03/11/2025) di Desa Asahduren, Jembrana, Bali.

Baca Juga:Monev Layanan Pertanahan, Menteri Nusron Ingin Kepastian Layanan Bisa Dirasakan MasyarakatSaatnya Naik Kelas Bisnis! Inilah Tabel Angsuran KUR BRI Plafon Rp 50 Juta hingga Rp 100 Juta

Sertifikat yang lahir berkat program Reforma Agraria ini membuka peluang peningkatan ekonomi bagi Desa Asahduren. Sebelum mendapat dukungan Reforma Agraria, mayoritas mata pencarian masyarakat Asahduren adalah bertani cengkeh.

“Dulunya tanah ini ditanami cengkeh, namun hasilnya kurang bagus karena memang sudah tua jadi perlu peremajaan. Sekarang harga cengkeh juga tidak sebagus dulu. Dari sertipikat ini, terbukalah kerja sama dengan PT NSA, mulai tanam varietas pisang. Ini merupakan jalan keluar yang baik buat kami,” ujar I Kadek Suentra.

Sebelum akhirnya sampai di titik ini, I Kadek Suentra menceritakan perjuangannya untuk mendapatkan kepastian hukum atas tanah adat hingga mencari cara memberdayakan potensi masyarakat adatnya.

“Sekitar pertengahan 2024, kami koordinasi dengan BPN Jembrana terkait sertipikasi tanah ulayat. Kemudian Kementerian ATR/BPN langsung datang ke desa kami untuk memastikan tanah adat kami tidak ada konflik, lalu pengukuran, hingga kami bisa menerima sertipikat tanah ulayat di konferensi tanah ulayat di Bandung pada September 2024,” ujar I Kadek Suentra menilik perjuangannya.

Titik balik peningkatan kualitas hidup masyarakat adat di Desa Asahduren dimulai karena keberlanjutan dari sertipikasi tanah oleh ATR/BPN. Penataan aset dilanjutkan dengan penataan akses.

“BPN masih terus memantau, bagaimana tanahnya, bagaimana kegunaannya untuk masyarakat. Lalu, kami meminta dari BPN kala itu, kami ingin tanah kami dibantu (untuk pemberdayaan),” ujar I Kadek Suentra.

0 Komentar