Anugerah Vs. Akuntabilitas: Mengapa Gelar Pahlawan untuk Soeharto Membelah Sejarah Indonesia?

Anugerah Vs. Akuntabilitas: Mengapa Gelar Pahlawan untuk Soeharto Membelah Sejarah Indonesia?
Anugerah Vs. Akuntabilitas: Mengapa Gelar Pahlawan untuk Soeharto Membelah Sejarah Indonesia? - (IST)
0 Komentar

SUMEDANG EKSPRES – Pemberian gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 10 November 2025 kembali memicu gelombang perdebatan publik dan media sosial yang intens, terutama terkait usulan penetapan gelar bagi Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.

Kontroversi ini menjadi isu viral secara masif sejak akhir Oktober 2025, menuntut pemerintah dan publik untuk menyikapi proses penetapan ini dengan landasan hukum, sejarah, dan moral yang komprehensif.

Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) dan Dewan Gelar telah menegaskan bahwa proses penetapan didasarkan pada kajian mendalam, namun mengakui adanya kompleksitas sejarah yang melatarbelakangi setiap tokoh yang diusulkan.Kapan Polemik Ini Mulai Viral?

Baca Juga:Sengketa Tanah di Surabaya dengan Komisi II DPR RI, Sekjen Kementerian ATR/BPN: Kami Pastikan PenyelesaiannyaBupati Imbau Percepatan Aktivasi IKD di Seluruh Desa dan Kelurahan Sumedang

Polemik mengenai usulan gelar untuk Soeharto ini kembali viral dan memanas menjelang Hari Pahlawan, yakni sekitar akhir Oktober hingga pertengahan November 2025.

Kegaduhan di media sosial dan berbagai platform berita muncul setelah adanya pengusulan kembali dan konfirmasi bahwa nama Soeharto masuk dalam daftar calon penerima gelar yang akan diumumkan pada 10 November 2025.

Peristiwa ini memicu reaksi keras dari aktivis HAM, akademisi, dan korban pelanggaran HAM masa lalu, sementara di sisi lain mendapat dukungan kuat dari pendukung Orde Baru dan sebagian besar partai politik.

5 Fakta Menarik Seputar Polemik Pahlawan Nasional (Kasus Soeharto)

Berikut adalah 5 fakta menarik dan krusial seputar polemik gelar Pahlawan Nasional, khususnya yang terkait dengan penetapan Soeharto.

1. Perdebatan Antara Jasa Pembangunan dan Pelanggaran HAM

Inti dari polemik adalah pertentangan dua perspektif sejarah. Pendukung berargumen bahwa Soeharto layak mendapat gelar karena jasa besarnya dalam pembangunan nasional, menjaga stabilitas keamanan, dan memimpin Indonesia selama 32 tahun.

Pihak Penentang menolak karena catatan pelanggaran HAM berat selama masa pemerintahannya, seperti Peristiwa Penembakan Misterius (Petrus), serta dugaan praktik KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme) yang masif.

2. Persyaratan Gelar dan Celah Politik

Secara regulasi, UU No. 20 Tahun 2009 mensyaratkan calon pahlawan harus memiliki integritas moral, berkelakuan baik, dan tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana minimal 5 tahun.

Baca Juga:7 Restoran dengan Menu Murah dan Lezat yang Wajib Kamu Kunjungi Selama Kamu Liburan Nataru 2025 di SumedangContoh Prompt AI untuk Konten Media Sosial yang Langsung Cuan!

Pihak pendukung mengklaim Soeharto memenuhi semua syarat tersebut karena secara hukum tidak pernah dipidana atas tuduhan pelanggaran HAM atau KKN yang memiliki kekuatan hukum tetap.

0 Komentar