Wabup Sumedang Soroti Pungutan PKL Jatinangor–Cimanggung: Setoran Harian Capai Rp20 Ribu

Wabup Sumedang Soroti Pungutan PKL Jatinangor–Cimanggung: Setoran Harian Capai Rp20 Ribu
Wabup menekankan bahwa penataan PKL bukan hanya soal menegakkan aturan, tetapi juga memastikan tidak ada pihak yang mengambil keuntungan pribadi atas ruang publik
0 Komentar

JATINANGOR – Praktik kutipan uang dari Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang Jalan Bandung–Garut kembali menjadi sorotan. Wakil Bupati Sumedang, Fajar Aldila, turun langsung ke lokasi dan mengungkap adanya setoran harian yang dibebankan kepada para pedagang, bahkan mencapai Rp20 ribu per hari.

Peninjauan dilakukan di area depan PT Kahatex hingga PT Karina Nabati, kawasan yang saat ini dipenuhi PKL dengan lapak yang berdiri di atas trotoar dan sebagian menutup drainase. Wabup datang bersama Satpol PP, TNI, dan Polri untuk melihat kondisi lapangan sekaligus berdialog dengan para pedagang.

Dalam pertemuan tersebut, Wabup menegaskan bahwa pemerintah segera melakukan penertiban. Namun, yang menarik perhatian adalah pengakuan soal adanya pungutan dari PKL kepada pihak yang disebut “pengelola”. Besaran setoran itu disebut bervariasi dari Rp5 ribu hingga Rp20 ribu per hari.“Setiap hari mereka dimintai uang. Ada yang lima ribu, ada juga yang dua puluh ribu,” ujarnya menekankan.

Baca Juga:Cara Mendapatkan Uang dari Freelance: 8 Strategi agar Cepat Dilirik KlienPerawatan Malam Anti Kusam untuk Kamu yang Padat Aktivitas: Tetap Cerah Meski Sering Terpapar Polusi

Praktik ini dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Terlebih, lapak para pedagang berdiri di atas fasilitas umum yang seharusnya bebas dari kegiatan berbayar. Pemerintah khawatir kutipan harian ini justru memberatkan para pedagang kecil yang mencari nafkah dengan modal terbatas.

Wabup menekankan bahwa penataan PKL bukan hanya soal menegakkan aturan, tetapi juga memastikan tidak ada pihak yang mengambil keuntungan pribadi atas ruang publik. Ia meminta aparat untuk menelusuri siapa yang selama ini mengutip uang dari para pedagang.“Trotoar bukan tempat usaha, apalagi jika ada pungutan dari ruang publik. Ini harus dihentikan,” tegasnya.

Pemerintah daerah kini menyiapkan mekanisme penataan dan relokasi yang lebih manusiawi. Tujuannya agar PKL tetap bisa berdagang, tetapi tanpa harus membayar setoran harian dan tanpa melanggar aturan ruang publik.

Penertiban di sepanjang jalur Jatinangor–Cimanggung direncanakan dilakukan secara bertahap. Pemerintah juga membuka ruang komunikasi dengan para pedagang, agar tidak ada kesan tindakan sepihak. Namun satu hal kini menjadi sorotan utama: siapa yang selama ini menikmati uang dari trotoar yang seharusnya tidak diperjualbelikan? (kos)

0 Komentar