SUMEDANGEKSPRES – Di balik hiruk-pikuk Jatinangor yang terus tumbuh, berdiri lengkung-lengkung batu Jembatan Cincin struktur tua yang tak pernah dilintasi kereta, tetapi justru menyimpan kisah paling lengkap tentang ambisi kolonial, proyek besar yang terhenti, dan jejak sejarah yang bertahan lebih lama dari para pembangunnya.
DI sudut Cisaladah, wilayah kecil yang kini dikepung oleh ramainya aktivitas Jatinangor, berdiri sebuah struktur tua yang memancarkan wibawa masa silam. Jembatan Cincin, dengan lengkungan-lengkungan batu yang tampak seperti pintu menuju awal abad ke-20, telah menjadi penanda perjalanan panjang sejarah transportasi dan kolonialisme di Tanah Priangan.
Dikutip dari berbagai sumber, bangunan megah itu mulai didirikan pada 1917–1918 oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api milik pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Pada masa itu, jaringan kereta menjadi simbol kemajuan dan kontrol ekonomi.
Baca Juga:Keraton Sumedang Larang Hidupkan Tradisi Manaqib TQN Suryalaya Setiap BulanKhawatir Longsor, Â Bupati Sumedang Awasi Bendung Cihamerang
Tanah Priangan yang subur dengan hamparan perkebunan teh, karet, dan kina menjadi salah satu kawasan strategis yang harus terhubung dengan pusat-pusat pengolahan dan pelabuhan.Maka, Belanda merencanakan jalur kereta yang menghubungkan Rancaekek–Jatinangor–Tanjungsari–Citali.
Jalur itu digagas bukan hanya untuk mengangkut penumpang, tetapi terutama sebagai sarana mengangkut hasil perkebunan dari kawasan Jatinangor yang saat itu menjadi salah satu sentra produksi penting. Untuk mewujudkan proyek ambisius tersebut, dibangunlah Jembatan Cincin struktur yang menuntut ketelitian teknik dan tenaga besar, mengingat kontur Jatinangor yang berbukit.
Namun sejarah tak selalu berjalan sesuai rencana. Ketika proyek hampir tuntas, Pemerintah Hindia-Belanda diguncang krisis keuangan yang membuat pembangunan terhenti. Situasi semakin memburuk ketika Jepang datang pada awal 1940-an, menguasai Nusantara, dan menghentikan seluruh proyek jalur kereta baru yang dianggap tidak mendesak.
Jembatan Cincin pun menjadi saksi dari sebuah proyek besar yang tak pernah sempat menjelma menjadi jalur kehidupan kereta.
Lebih dari seabad kemudian, struktur itu masih berdiri teguh. Tidak ada lokomotif yang pernah melintas di atasnya. Tidak ada deru mesin yang diciptakan untuk memenuhi tujuannya. Namun lengkungan-lengkungannya tetap kokoh, seperti enggan tunduk pada waktu.
