“Itupun mereka berperkara dengan orang yang tidak berhak atau tidak memiliki legal standing dalam hal ini atas nama Mukibat dan kawan kawan. Coba ditunjukan putusannya, dilihat dan mari kita sama-sama baca putusannya dan tunjukan ke Publik. Jangan coba-coba menyembunyikan kebenaran dalam rangka menghilangkan hak-hak kami,” paparnya.
Yoga menerangkan, bahwa permasalahan tersebut berawal saat Perhutani mencoba mengkriminalisasi ahli waris Raden Kasan Djajadiningrat, saat Pohon Jati yang tumbuh di atas tanah miliknya, ingin dibeli untuk pembangunan Taman Mini Indonesia Indah.
Padahal, menurutnya pihak Taman Mini Indonesia Indah dan sesepuh-sesepuh kampung, pada saat itu mengetahui jika tanah tersebut milik ahli waris Raden Kasan Djajadiningrat karena masuk kategori hutan hak atau hutan rakyat.
Baca Juga:Meski Kebutuhan Meningkat, Ketersediaan Tabung Oksigen di RSUD Sumedang Terbilang Aman6 Pasien Suspect Covid Meregang Nyawa. Sehari, Warga Terjangkit Korona Tembus 200 Orang
“Namun ada oknum-oknum yang tidak menginginkan uang hasil jati tersebut menjadi milik ahli waris. Sehingga Perhutani dengan segala aturannya mencegahnya bahkan mengkriminalisasi. Dari situ lah timbul gugat menggugat di Pengadilan Negeri menyengketakan perihal tanam tubuh pohon jatinya,” terang dia.
Yoga juga menjelaskan, yang diputus pada peradilan saat itu hanyalah hak tanam tumbuhnya. Sedangkan isi putusannya pun bukan ke substansi pokok perkara haknya, tetapi masih legal standing subjek atau orang yang mengajukan gugatannya saja.
Diketahui, kata Yoga, dalam hal kepemilikan lahan atau tanah, yang mengatur adalah undang-undang pokok agraria yang masuk wilayah hukum publik. Dan alas hak yang dimiliki oleh ahli waris Raden Kasan Djajadiningrat semua sesuai yang diakui Undang-undang Pokok Agraria ada Vervonding kemudian hasil konfersi ke hukum nasionalnya berupa Leter C.
“Itu tercatat di buku tanah desa dan dibuktikan dengan kami taat membayar Pajak Bumi dan Bangunannya selama bertahun-tahun. Ketika kami ingin meningkatkan ke sertifikat melalui BPN Sumedang ditolak dengan alasan lahan milik Perhutani. Kemudian alasan penolakan tersebut kami mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung. Putusan kami dikabulkan seluruhnya, dan diperintahkan untuk BPN Sumedang untuk menerbitkan sertifikat kami,” beber dia.
Yoga pun menambahkan, pada saat pemeriksaan awal pada persengketaan di PTUN, pihak hakim menilai jika Perhutani bukanlah pemilik lahan. Melainkan hanya mengurus tanam tumbuh saja.