Shireen adalah manusia yang baik dan perhatian. Semua siswa menyukainya. Ia jurnalis yang sangat disegani dan sudah punya nama. Tapi dia selalu bisa didekati dan selalu membantu.
Saya baru saja menonton pemakamannya di Facebook. Memilukan. Dia adalah inspirasi besar bagi hampir semua jurnalis muda Palestina.
Shireen Cerdas, berbicara bahasa Arab dan Ibrani dan memahami gravitasi dan narasi dari konflik yang dia liput. Saya berbicara hari ini dengan banyak siswa lama kami. Mereka sangat patah hati. Aku pun begitu.
Baca Juga:Perkuat Distribusi, CCEP Indonesia Gunakan Corporate Billing Management BRIBiomassa dan Biorefineri, Wadah Wujudkan Riset Bertaraf Internasional
Kami bertemu saat pertempuran meletus di West Bank, atau Tepi Barat pada 2018. Daerah itu juga dikenal dengan nama Yudea atau Samaria. Itu adalah wilayah Negara Palestina, di barat sungai Yordan. Tepi Barat dan Jalur Gaza merupakan wilayah Palestina yang dideklarasikan pada 1988.
Di tahun itu aku pergi ke Indonesia mencari orang tua kandung. Waktuku terbagi dua. Jika perang meletus aku kembali ke Timur Tengah. Saat senggang aku melanjutkan misi pencarian ibuku, Mustiah, dan ayahku, Rusdi.
Aku tak menyangka itu adalah pertemuan terakhir kami. Terakhir kali kita berbicara. Kalau bukan karena dia, saya tidak akan bisa membuat dua film dokumenter pertama saya.
Saya juga masih belum berpengalaman dan harus banyak belajar tentang jurnalisme perang, jadi saya sangat bangga bisa mengenalnya. Selamat jalan pahlawan: Shireen Abu Aqla 1971-2022. (Disampaikan melalui SalmanMuhiddin)
*) Bud Wichers merupakan kontributor Harian Disway spesialis liputan perang.