Oleh: Dahlan Iskan
“Tidak boleh lama sakit, Bung Dahlan, semoga cepat pulih, amin. Maarif.”
WA beliau itu masih saya simpan sampai sekarang. Itulah doa Buya Syafii Maarif ketika saya kena Covid-19 Januari tahun lalu.
Ternyata itu WA kedua terakhir beliau. Beliau meninggal dunia Jumat pagi kemarin. Mantan Ketum Muhammadiyah itu sudah disepakati sebagai guru bangsa. Toleran. Sejuk. Mengayomi. Akomodatif.
Baca Juga:Airlangga Capres Teratas, Lembaga Survei: Rakyat Puas Kinerja PerekonomianAirlangga Kehilangan Sosok Negarawan, Buya Syafii Maarif Tutup Usia
Orang itu memang berbeda. Pun ketika sama-sama Islam. Sama-sama Muhammadiyah. Bahkan sama-sama orang Minang. Buya Maarif, yang meninggal di Yogyakarta akibat sakit jantung, memang istimewa.
Itu ternyata WA beliau kedua sebelum terakhir. Setelah itu, beliau masih kirim WA sekali lagi. Yakni, ketika saya menulis tentang D-dimer saya yang terlalu tinggi –setelah kena Covid.
”Bung DI yg baik, saya baru baca ’Penantian D-dimer’ sambil merinding, maklumlah sudah 85 tahun. Aduh, ya Allah, berilah Bung Dahlan ini kesembuhan, bgs ini msh sangat memerlukannya, amin. Maarif.”
Semua WA beliau saya balas dengan tawaduk. Saya sangat menghormati beliau. Waktu saya menjadi sesuatu dulu, saya menghadap beliau. Kebetulan beliau di Jakarta. Tinggal di sebuah apartemen yang sederhana –untuk ukuran tokoh sekelas beliau.
Yang saya belum pernah adalah: ke rumah beliau di Yogyakarta. Di daerah Gamping, Sleman. Padahal, rumah itu terkenal sekali. Siapa pun pernah ke rumah itu. Yang Muhammadiyah. Yang NU. Yang Kristen. Yang Konghucu.
Dan para tamu itu selalu diajak Buya makan tongseng. Yakni, di sebuah warung tongseng yang jadi langganan Buya.
Sejak tidak jadi apa-apa lagi, saya sebenarnya kehilangan nomor HP beliau. Juga, tidak pernah kontak lagi. Saya sangat sibuk dengan urusan yang Anda sudah tahu itu.
Baca Juga:Menko Airlangga: Kebijakan People-First Sokong Pertumbuhan Ekonomi yang SignifikanUlama Jatim Nilai Ridwan Kamil Amanah, Cocok Pimpin Indonesia
Sampailah tahun 2020. Ketika Covid melanda kita. Tak disangka saya menerima WA dari beliau. Rupanya beliau masih menyimpan nomor saya.
Kelihatannya beliau baru saja membaca Disway dengan judul Milenial Nakal. Beliau WA saya untuk minta nomor telepon Al Ghozi yang jadi tema tulisan itu. Beliau ingin menyarankan agar Ghozi bisa dimanfaatkan BNPB. Yakni, lembaga yang menangani Covid, yang waktu itu dipimpin Jenderal Dony Monardo.