sumedangekspres – Kisah Nenek Rosalia, Bertahan Hidup Di Dalam Gubuk Reyot dalam puluhan tahun. Yang berada di Dusun Hesso, Desa Golo Wune, Kecamatan Lemba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai, Timur, NTT.
Ia hidup bersama putrasanya yaitu Herman Jata (5p), sejak suaminya meninggal pada 20 tahun silam.
Mereka hidup dengan segala kekurangan, tempat tinggalnya berlantai tanah, veratakapan seng, serta dinding bambu.
Baca Juga:Siapa DJ Berinisial J yang Ditangkap atas Penyalahgunaan Narkoba? Polisi Sita Barang BuktiAngka Harapan Hidup Warga Jakarta Disebut Berkurang hingga 4 Tahun, Ini Sanggahan Pemprov DKI…
Pada saat hujan, mereka mencari kondisi yang aman supaya bisa beristirahat, karena atap gubuk itu sudah banyak yang bocor dan dindingnya pun banyak yang berlubang karena sudah lama.
Meskipun jaringan listrik negara sudah masuk di dusun Heso, nenek Rosalia Serta anaknya hidup tanpa ada penerangan listrik, karena mereka tidak mampu untuk membeli intalasi dan meteran.
Mereka hanya bisa menggunakan bahan bakar minyak tanah. Namun jika minyak tersebut habis mereka hanya bisa menggantikannya dengan api dari tungku pada malam hari sebagai pengganti penerangan listrik.
Sementara untuk istirahat, keduanya tidur tanpa penerangan.
Nenek Rosalia tak memiliki kasur. Dia tidur beralaskan tikar yang sudah usang.
Herman Jata, sang anak, mengaku setiap hari ia tidak bisa berbuat banyak. Dirinya tak bisa bekerja di tempat yang jauh karena sang ibu sudah sakit-sakitan.
Setiap hari, ia harus memasak dan memberi makan untuk sang ibu.
“Paling saya keluar pergi cari kayu, ubi, dan sayur ke kebun. Tidak bisa lama juga. Karena, mama tidak bisa buat apa-apa lagi. Semuanya serba dibantu,” tutur Herman saat berbincang dengan Kompas.com, di kediaman mereka, Minggu (26/6/2022).
Baca Juga:Motif Sang Suami yang Membunuh Istrinya di Tulungagung, Tidak Terima Karena Dihina dan Dibandingkan dengan TetangganyaEmirsyah Satar Tersangka Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda
Lantaran tak bisa mencari uang di tempat jauh, Herman dan nenek Rosa pun hidup apa adanya.
Saat ada uang, hasil kerja serabutan, mereka bisa beli beras. Saat tak ada beras, keduanya hanya mengonsumsi pisang dan ubi kayu.
“Seringkali rebus ubi dan pisang saja. Supaya kencang, saya buatkan sayur. Sayur juga tidak pernah yang namanya pakai minyak goreng. Mau beli minyak goreng, uang dari mana. Intinya kami bisa kenyang dan badan sehat,” ungkap Herman.