Kedubes Malaysia menyatakan, 149 orang yang meninggal di DTI Sabah adalah jumlah keseluruhan warga negara asing dari berbagai negara, bukan hanya Indonesia.
Mereka kemudian menerbitkan perbaikan dan klarifikasi melalui Twitter terkait kekeliruan itu.
Data awal itu yang sempat dikutip oleh kelompok Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) dan memicu beragam reaksi dari dalam negeri.
Baca Juga:Bocah 8 Tahun Sering Nangis Dan Bengong Akibat Trauma Pernah DicabuliKisah Cerita Pemuda Hidupi Ayah Lumpuh Di Blitar, Sampai Dapat Modal Dari Sandiaga
Menurut Koordinator Migrant Care di Malaysia, Alex Ong, persoalan utama yang terjadi di Depot Tahanan Imigresen (DTI) Sabah adalah jumlah tahanan melebihi daya tampung.
“Kapasitas depo detention center tidak kondusif dan overcrowded,” kata Alex saat dihubungi Kompas.com, Kamis (30/6/2022).
Di sisi lain, kata Alex, Imigrasi Malaysia giat menangkap buruh migran ilegal, tetapi tidak didukung oleh perluasan atau penambahan ruang tahanan.
“Imigrasi melakukan penegakan tidak didukung infrastruktur depo tahanan. Ini jadi satu ironi penegakan hukum yang berubah jadi tragedi kematian,” ujar Alex yang merupakan warga Malaysia.
Dia berharap pemerintah Malaysia mempunyai jalan keluar yang humanis terkait persoalan ini.
“Penegak hukum memang berwenang menahan migran yang bersalah, tapi tidak patut mengakibatkan kematian migran yang ditahan. Kalau dihitung dari insiden kematian berbanding angka besar tidak signifikan, tapi setiap jiwa manusia itu bukan hanya angka kebijakan atau untung rugi bisnis,” ujar Alex.
Di sisi lain, lanjut Alex, pelanggaran keimigrasian di Sabah berkaitan erat dengan peluang kerja di sektor perkebunan sawit yang tidak semimbang dengan kebijakan pekerja asing.
Baca Juga:Pernikahan Indah Permatasari Belum Direstui Sang Ibu, Arie Kriting Tak Pernah Benci Ibu SayaBacok Pelajar SMP, 3 Anggota Geng Motor di Cianjur Ditangkap
Dia mengatakan di Sabah ada 1,5 juta hektare kebun sawit yang butuh tidak kurang dari 150.000 buruh perkebunan.
Akan tetapi, lanjut Alex, menurut data pekerja resmi yang mempunyai izin saat ini kurang dari 57.000 orang (47,359 laki-laki dan 9,518 perempuan).
“Masih ada lebih kurang 100,000 yang tanpa izin,” ucap Alex.
Bahkan menurut Alex ada buruh migran ilegal dari Indonesia yang bekerja di perkebunan sawit di Sabah yang kemudian menikah, hingga beranak-pinak dan lahir di negara itu.
Persoalan ini yang menurut Alex menjadi problem antara pemerintah Malaysia dan Indonesia.
“Soalnya siapa yang harus bertanggung jawab? Pemerintah atau majikan yang menarik PMI (pekerja migran Indonesia) untuk bekerja secara ilegal atau lapangan kerja Tanah Air yang minim,” ucap Alex.