sumedangekspres – Ki Ageng Henis atau Ki Ageng Laweyan merupakan salah satu tokoh yang berperan sebagai penyebar agama Islam di Solo.
Ki Ageng Henis tokoh penyebar agama Islam di Solo, ialah anak dari Ki Ageng Sela yang berasal dari Sela, Kabupaten Grobogan pada saat ini.
Ki Ageng Henis adalah ayah dari Ki Ageng Pamanahan sekaligus kakeknya Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati, yang mendirikan Kesultanan Mataram.
Lalu, siapakah Ki Ageng Henis ini sebenarnya?
Baca Juga:Sejarah Sultan Hidayatullah IIDahi Balita di NTT Tertembak Senapan Sang Ayah hingga Tewas
Ki Ageng Henis adalah putra bungsu dari Ki Ageng Sela dan Nyai Bicak, putri Sunan Ngerang.
Dari tujuh orang anak Ki Ageng Sela, Ki Ageng Henis ialah seorang anak laki-laki satu-satunya.
Adapun saudara dari Ki Ageng Henis adalah Nyai Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba, Nyai Ageng Bangsri, Nyai Ageng Jati, Nyai Ageng Patanen, dan Nyai Ageng Pakisdadu.
Ki Ageng Henis menikah dengan seorang wanita yang kemudian memiliki gelar Nyi Ageng Henis.
Dari pernikahan tersebut, lahir anak laki-laki yang dikenal sebagai Ki Ageng Pamanahan.
Ki Ageng Pamanahan kemudian mengabdikan diri kepada Sultan Hadiwijaya, pendiri Kesultanan Pajang.
Dari Ki Ageng Pamanahan inilah, Ki Ageng Henis memiliki cucu bernama Danang Sutawijaya, yang kemudian bergelar Panembahan Senopati, pendiri Kesultanan Mataram.
Menyebarkan Islam di Solo
Baca Juga:Narapidana Anak di Lampung Tewas Dipukuli Teman SekamarnyaDikerumuni Banyak Orang di Citayam Fashion Week, Sikap Jeje Slebew jadi Sorotan
Sebelum menjadi wilayah Islam, masyarakat di Solo, tepatnya di Laweyan, masih memeluk agama Hindu.
Di Laweyan, ada pemimpin bernama Ki Ageng Beluk, yang kemudian berkenalan dengan Ki Ageng Henis.
Ki Ageng Henis kemudian diberi tanah perdikan oleh Ki Ageng Beluk, di mana ia mengajarkan warga untuk mengembangkan benang menjadi kain dan batik yang bernilai bagus.
Sembari mengembangkan benang di Laweyan, Ki Ageng Henis juga menyebarkan Islam.
Hingga akhirnya, wilayah Laweyan berhasil diislamkan oleh Ki Ageng Henis, termasuk Ki Ageng Beluk.
Bahkan, bangunan pura milik Ki Ageng Beluk diizinkan untuk diubah menjadi masjid oleh Ki Ageng Henis.
Mulai saat itu, atau sekitar 1546, Ki Ageng Henis menetap di Laweyan, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan.