Sekilas Sejarah Kesenian Gembyung Jawa Barat

Sekilas Sejarah Kesenian Gembyung Jawa Barat
Sekilas Sejarah Kesenian Gembyung Jawa Barat/youtube.Soeara Rakjat
0 Komentar

Setting panggung khusus untuk menggelar pertunjukan Padepokan Seni Gembyung Dangiang Dongdo juga memerlukan tempat pertunjukan yang berskala cukup lebar dengan peralatan yang cukup lengkap.

Upaya yang dilakukan untuk melestarikan Gembyung antara lain latihan rutin, pengemasan teknis pertunjukan,, rias busana, dan penciptaan lagu-lagu serta pola tabuh baru.

Dengan upaya tersebut padepokan seni ini mampu mengangkat seni gembyung menjadi sebuah seni pertunjukan yang tidak kalah dengan seni pertunjukan modern.

Baca Juga:Sekilas Sejarah Kerajaan Salakanagara, Kerajaan Tertua Di NusantaraLomba Sihir Akan Tampil Di Now Playing Festival Sebagai Pentas Sihir

Gembyung merupakan alat musik perkusi yang terbuat dari kulit dan kayu. Berdasarkan onomatopea (kata mengikuti bunyi), kata gembyung berasal dari bunyi pola tabuh gem (ditabuh dan ditahan) dan byung (ditabuh dan dilepas).

Dari segi semiotik (pemaknaan), gem bermakna ageman yang artinya ajaran, pedoman, atau paham yang dianut oleh manusia; byung bermakna kabiruyungan yang artinya kepastian untuk dilaksanakan.

Gembyung memiliki nilai-nilai keteladanan untuk dijadikan pedoman hidup. Kesenian ini pertama kali berkembang pada masa penyebaran agama Islam.

Pada saat itu, gembyung dimainkan oleh para santri pesantren dengan bimbingan sesepuh pesantren dengan menggunakan waditra utama, yaitu terbang (sejenis rebana) sebagai pengiring lagu yang bernuansa sakral.

Lagu yang dibawakan biasanya berbahasa Sunda buhun. Beberapa judul lagu di antaranya: Assalamualaikum, Yar Bismillah, Salawat Nabi, Salawat Badar, Raja Sirai, Siuh, Rincik Manik, dan Éngko.

Lantunan musik dan lagu dalam seni gembyung menjadi pedoman bagi para penari dengan melakukan gerak tari yang tidak berpola dengan iringan yang dinamis.

Berikut Sekilas Sejarah Kesenian Gembyung Jawa Barat.

0 Komentar