sumedangekspres – Literasi ekonomi dan keuangan syariah disebut-sebut mampu mempercepat pengembangan ekonomi di Tanah Air. Hal itu disampaikan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung.
Menurut Juda, indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia telah mencapai 23,3 persen pada tahun 2022. Walau demikian, angka tersebut mengindikasikan literasi ekonomi dan keuangan syariah yang masih rendah. Sehingga, masyarakat Indonesia dituntut untuk meningkatkan edukasi dan literasi ekonominya.
Pengembangan literasi ekonomi dan keuangan syariah juga menghadapi tantangan, yakni masih terbatasnya pertumbuhan usaha syariah jika dibandingkan dengan potensinya yang begitu besar. Padahal, Judi menilai usaha di sektor itu mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor negara.
Baca Juga:Gedung Kreatif Masih Meraba Hingga Saat IniPusda Tingkatkan Minat Literasi Masyarakat
“Perluasan edukasi dan literasi ekonomi di samping tantangan teknologi dan digitalisasi seyogianya sangat perlu untuk ditingkatka. Hal tersebut dapat mengakselerasi sertifikasi halal, pembiayaan syariah dan ekspor produk halal.” ucap Juda dalam Sharia Economic and Financial Outlook (Shefo) 2023 di Jakarta, Senin (06/02/23).
Global Islamic Economic Indicator menunjukkan bahwa ekonomi syariah di Indonesia masih menduduki peringkat keempat, di bawah Malaysia, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Sementara itu, pada sektor makanan halal, Indonesia berada di peringkat kedua.
“Di sektor traveling, kita bahkan belum masuk di 10 besar. Jadi, ini adalah tantangan yang harus kita respons segera, kalau kita ingin mengakselerasi ekonomi dan keuangan syariah.” ucap Juda lebih lanjut.
Menurut Juda, peringkat Indonesia saat ini disebabkan oleh sektor halal di hulu yang masih rendah. Hubungan pasar domestik dan ekspor yang belum optimal, serta pemanfaatan peluang-peluang baru di bidang ekonomi syariah seperti pariwisata ramah muslim, bidang farmasi dan media menurutnya juga perlu ditingkatkan.
“Di dunia, kita masih peringkat enam dalam pembiayaan syariah. Hal ini antara lain disebabkan oleh basis penabung dan inovasi produk yang masih terbatas.” ujarnya.
Padahal, produk-produk keuangan syariah seharusnya lebih banyak dan bervariasi. Sehingga, memberikan banyak pilihan terhadap para investor. ***