Perilaku Bullying Terkait Dengan Intoleransi Sosial dan Harga Diri Yang Rendah

Perilaku bullying berkaitan erat dengan intoleransi.
Perilaku bullying berkaitan erat dengan intoleransi. Sumber : Pexels
0 Komentar

sumedangekspres – Perilaku bullying seringnya terjadi di masyarakat karena adanya kesempatan. Selain itu, kurangnya kesadaran sosial terkait isu itu memicu maraknya kasus pembulian di masyarakat.

Perilaku bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari pelecehan verbal hingga kekerasan fisik. Penindasan juga tidak terbatas di lingkungan pertemanan. Individu dapat mengalami intimidasi online, di kantor, di rumah, dan di tempat lainnya.

Perilaku bullying pada hakikatnya berkaitan erat dengan intoleransi sosial dan harga diri yang rendah. Akar dari perilaku intimidasi menggali jauh ke dalam jalinan budaya kita, menyiapkan panggung untuk sejumlah tanggapan yang dipelajari oleh anak-anak sejak usia dini.

Baca Juga:Penyebab Utama Terjadinya Perundungan di Sekolah, Kenali dan Pahami ImplikasinyaSentuh Grassroot, Penyaluran Kredit Mikro BRI Tumbuh 13,92% Capai Rp551,26 triliun

Intoleransi dan diskriminasi adalah dua pembudidaya intimidasi, terutama ketika anak-anak dihadapkan dengan perbedaan sosial atau ras. Beberapa anak merujuk ke daerah lain untuk mempolarisasi dan memupuk antagonisme.

Bidang-bidang seperti atletik, akademis, penampilan, popularitas, kebiasaan, pakaian, dan segudang pencapaian lainnya menjadi inti dari “penghakiman” yang memisahkan “si kaya” dan “si miskin”. Anak-anak tertentu memperhatikan perbedaan ini, dan memperkuatnya dengan menimbulkan rasa sakit pada mereka yang dianggap kurang.

Orang tua mungkin secara keliru percaya bahwa anak mereka tidak rentan terhadap intoleransi sosial semacam itu. Konflik saudara kandung yang intens membuat anak-anak siap untuk melakukan konflik sosial serupa.

Beberapa orang tua mengabaikan bagaimana bias mereka dan “filter persepsi” lainnya, diserap oleh anak-anak mereka. Hanya karena anak-anak tidak selalu mendengarkan permintaan dan instruksi kita, tidak berarti mereka tidak mendengarkan pandangan kita tentang segala sesuatu.

Pandangan ini kemudian dapat diadaptasi ke tingkat yang lebih ekstrim, karena anak-anak sering tidak memahami konteks di mana mereka diekspresikan.***

0 Komentar