Sejarah Agresi Militer Sumedang Sehubungan dengan itu, pada 5 Oktober 1945 dikeluarkanlah Maklumat Pemerintah Nomor 6 tentang Pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).62 Pada 9 Oktober 1945, Mr. Kasman Singodimedjo, Ketua KNIP, mengeluarkan siaran kilat mobilisasi pemuda untuk mengisi kekuatan bagi TKR.
Secara teknis, pembentukan TKR diserahkan kepada Oerip Soemohardjo, mantan perwira KNIL yang pada 14 Oktober 1945 bersama-sama dengan 13 orang rekannya menyatakan berdiri di belakang Republik Indonesia.
Pulau Jawa dibagi menjadi tiga komandemen, salah satunya adalah Komandemen I/Jawa Barat yang dipimpin oleh Didi Kartasasmita dengan pangkat Jenderal Mayor dengan markas di Kota Tasikmalaya.63 Ketika Markas Komandemen I/Jawa Barat berada di Purwakarta, sekitar akhir Oktober 1945, Didi Kartasasmita membentuk tiga divisi dan tiga belas resimen, salah satunya Resimen XIII/Sumedang yang dipimpin oleh Umang Karja Sudjana.
Baca Juga:Sejarah Sumedang di Masa Kemerdekaan Indonesiapasangan sayur dan lauk yang cocok Untuk di Konsumsi
Resimen XIII/Sumedang berkekuatan empat batalyon, yaitu Batalyon I/Tanjungsari dengan komandan Mustaram Santoso; Batalyon II/Conggeang dengan komandan Dadi Ahdi; Batalyon III/Situraja di bawah komandan Atju Samsudin; dan Batalyon IV/Kota Sumedang di bawah komandan E. Sastra.64 Pada akhir tahun 1946 Resimen XIII/Sumedang dibubarkan oleh Letjen Oerip Soemohardjo (Kepala Staf TRI) karena hanya bersenjatakan bambu runcing.
Keempat batalyon ini tidak memiliki satu pucuk senjata pun karena gagal melucuti senjata tentara Jepang ketika Belanda melancarkan Agresi Militer I (21 Juli 1947), beberapa kesatuan tentara RI mundur ke Sumedang, antara lain Resimen VI pimpinan Mayor Sadikin, Batalyon 27 pimpinan Kapten Sentot Iskandar Dinata, Kompi Amir Machmud (semuanya bermarkas di Situraja), Resimen V pimpinan Mayor Rambe, dan Resimen VII pimpinan Mayor Omon Abdulrahman yang bermarkas di Buah Dua.
Mereka kemudian membentuk Gabungan Gerilya Djawa Barat Oetara (GGDBO) yang memiliki pasukan penggempur (mobielle troep). GGDBO kemudian membangun beberapa pos pertahanan di beberapa daerah yang strategis, yaitu di sekitar Sindangjati, Sumedang Utara, Tanjungkerta, Conggeang, Cipunagara, Ciuyah, Cimalaka, dan perbatasan Sumedang-Bandung Utara.
Pos pertahanan ini bertujuan untuk mendeteksi pergerakan tentara Belanda sehingga dapat diketahui lebih awal oleh para pejuang.