Sejarah Ajaran Sunda Wiwitan Kepercayaan Sunda Pertama

Sejarah Ajaran Sunda Wiwitan
Sejarah Ajaran Sunda Wiwitan
1 Komentar

sumedangekspres – Sejarah Ajaran Sunda Wiwitan adalah ajaran dengan unsur monoteisme purba, yang memiliki konsep di atas para pangersa dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang setara dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Ajaran ini juga disebut-sebut sebagai kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur yang bersatu dengan alam, yang dianut oleh masyarakat asli suku Sunda.

Sejarah Ajaran Sunda Wiwitan pertama dikenalkan oleh seorang tokoh bernama Sadewa Alibasa Koesoema Widajayaningrat atau lebih sering disebut sebagai Pangeran Madrais.

Baca Juga:Peninggalan Pusaka Dan Gedung Kerajaan Sumedang LarangCara Dan Bahan Membuat Tahu Sumedang

Dilansir dari wikipedia, Ia merupakan anak dari Pangeran Alibasa (Pangeran Gebang yang kesembilan) dari pernikahannya dengan R. Kastewi, keturunan kelima dari Tumenggung Jayadipura Susukan.

Dalam kisahnya, Madrais yang lahir pada tahun 1822 ini merupakan sosok yang dianggap kontroversial karena berlawanan ajaran dengan Sunan Gunung Jati.

Madrais konon masih merupakan keturunan dari salah satu Walisongo tersebut.

Sejarah Ajaran Sunda Wiwitan Kembang Cakra merupakan simbol Sunda Wiwitan.
Penganut ajaran ini dapat ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti orang Kanekes di Kabupaten Lebak, Banten dan sebagian kecil orang Ciptagelar di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Menurut penganutnya, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam.

Ajaran Sunda Wiwitan terkandung dalam kitab Sanghyang Siksa Kandang Karesian, sebuah kitab yang berasal dari zaman kerajaan Sunda yang berisi ajaran keagamaan dan tuntunan moral, aturan dan pelajaran budi pekerti.

Kitab ini disebut Kropak 630 oleh Perpustakaan Nasional Indonesia. Berdasarkan keterangan kokolot (tetua) kampung Cikeusik, orang Kanekes bukanlah penganut Hindu atau Buddha, melainkan penganut animisme, yaitu kepercayaan yang memuja arwah nenek moyang.

Hanya dalam perkembangannya, kepercayaan orang Kanekes ini telah dimasuki oleh unsur-unsur ajaran Hindu, dan sampai pada Islam.

Dalam Carita Parahyangan kepercayaan ini disebut sebagai ajaran “Jatisunda”.

1 Komentar