sumedangekspres – Apa LGBT termasuk gangguan mental? Sebelum menjawab pertnyaan ini, berikut penjelasan tentang LGBT.
Dikabarkan LGBT muncul pertama kali pada tahun 1982 dimana sebuah kelompok hak-hak gay didirikan di Indonesia.
Munculnya isu LGBT menarik untuk dikaji karena adanya hal yang tumpang tindih dengan isu hak asasi manusia yang pada hakekatnya bersifat manusiawi.
Baca Juga:Siswa Iuran Beli Sepatu untuk Temannya, Ridwan Kamil Hadiahi Dana PendidikanResep Pastel Ayam dan Sayur Camilan Untuk Buka Puasa!
Hak Asasi Manusia (HAM) sering dijadikan alat untuk melegitimasi perlindungan, namun masih gagal dan kurang implementasinya ketika mencoba menangani masalah pembelaan.
Adapun kesehatan mental adalah keadaan dimana individu terbebas dari segala gejala gangguan jiwa.
Kesehatan mental adalah masalah penting yang harus diperlakukan seperti kesehatan fisik dan perlu keterbukaan masyarakat untuk penanganan yang cepat.
Apa LGBT termasuk gangguan mental? Jawaban dari pertanyaan ini memiliki pendapat yang berbeda-beda.
Neuro psikolog dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ihshan Gumilar menegaskan lesbi, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) ialah penyakit mental. “LGBT adalah penyakit mental dan bukan disebabkan oleh faktor biologis atau bawaan lahir
LGBT sering diasosiasikan dengan masalah kesehatan jiwa, namun LGBT bukanlah gangguan jiwa, PPDGJ III DSM V dengan jelas menyatakan bahwa orientasi seksual tidak menyiratkan gangguan jiwa atau perilaku menyimpang, American Psychiatric Association (APA) juga menghapuskan homoseksualitas. manual diagnostiknya sebagai gangguan mental lebih dari empat dekade lalu.
Gangguan kesehatan mental dimulai ketika seseorang terganggu dengan kondisi yang dialaminya sehingga menimbulkan gejala pikiran, suasana hati, dan perilaku yang menyimpang.
Baca Juga:Nonton Drama Oasis Episode 4 Sub Indo Nonton Gratis di Vidio Premier, Viki dan KBSDrakor Our Blooming Youth Episode 12 Sub Indo Gratis, DramaQu dan Drakorindo
Orang LGBT tidak akan dimasukkan sebagai orang dengan masalah kesehatan mental jika merasa nyaman dan pantas untuk mengubah orientasi seksualnya.
Berbeda dengan kaum LGBT yang mengalami egodystonia, yaitu perasaan tidak nyaman atau tidak cocok dengan homoseksualitas.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun berencana menghapus transgender dari kategori gangguan mental.
Dari keputusan-keputusan yang di lontarkan dapat disimpulkan bahwa LGBT bukan merupakan gangguan mental maupun gangguan kepribadian.