sumedangekspres – Sejarah Priangan Jaman Belanda Daerah ini telah menjadi rumah bagi manusia purba sejak zaman prasejarah (setidaknya 9500 SM).
Ada beberapa temuan arkeologis prasejarah tempat tinggal manusia purba, Gua Pawon di kawasan karst Padalarang, Bandung Barat dan di sekitar Danau Bandung purba.
Reruntuhan Candi Bojongmje ditemukan di Kecamatan Rancaekek, Kota Bandung, sebelah timur Bandung. Candi ini diperkirakan berasal dari awal abad ke-7 Masehi, sekitar waktu yang sama atau bahkan lebih awal dari Candi Dieng di Jawa Tengah.
Baca Juga:Sejarah Sumedang Jaman Jepang saat Perang Dunia llBangunan Bersejarah Belanda Yang Ada di Sumedang
Referensi sejarah tertulis tertua tentang kawasan Parahiyangan berasal dari abad ke-14 dan terdapat dalam prasasti Cikapundung, di mana kawasan tersebut merupakan salah satu pemukiman kerajaan Pajajaran.
Kabuyutan (pusat keagamaan) atau Mandala (tempat suci di Jayagiri) yang disebutkan dalam teks Sunda kuno terletak di suatu tempat di dataran tinggi Parahiyangan, mungkin di utara kota Bandung di lereng Gunung Parahu di Tangkuba.
Setelah jatuhnya Kerajaan Sunda pada abad ke-16, sebagian besar Parahiyangan jatuh di bawah Kerajaan Sumedang Larang.
Sejarah Priangan Jaman Belanda Pada tahun 1617, Sultan Agung Mataram melancarkan kampanye ke seluruh Jawa dan mengundang Kesultanan Cirebon untuk bergabung dengan Mataram.
Pada tahun 1618 pasukan Mataram merebut Ciamis, kemudian Sumedang masuk ke Mataram pada tahun 1620 sehingga Mataram menguasai sebagian besar wilayah Parahiyangan.
Wilayah ini kemudian diperintah oleh pangeran-pangeran bangsawan seperti pangeran Cianjur, Sumedang dan Ciamis.
Pangeran-pangeran ini diakui oleh Mataram dan diklaim sebagai ahli waris yang sah dari wilayahnya masing-masing dan selanjutnya merupakan keturunan dari raja-raja Sunda seperti Prabu Siliwangi.
Baca Juga:Sejarah Masjid Agung SumedangPembangunan Kereta Api Jatinangor Jaman Kolonial Belanda
Meskipun kekuasaan yang berkuasa di Jawa Barat dipegang oleh sultan Banten dan Cirebon pada saat itu, para bangsawan Sunda di dataran tinggi Parahiyangan menikmati kebebasan relatif dan otonomi internal.
Namun pada masa pemerintahan Mataram di wilayah tersebut, pengaruh budaya Jawa Parahyangan mulai masuk dan bercampur dengan budaya asli wilayah tersebut.