Bentuk kujang berkembang pada generasi selanjutnya. Berbagai model muncul. Seiring berkembangnya pengaruh Islam di masyarakat, Kujang mengalami pola yang mirip dengan huruf Arab “syin”.
Ini adalah perusahaan dari daerah Pasundan, yaitu Prabu Kian Santang (alias Prabu Borosngora dan Bunisora) a-v. Akhirnya, filosofi Kujang dirumuskan kembali dengan gaung agama Hindu dan budaya masa lalu yang sesuai dengan filosofi ajaran Islam.
Alasannya adalah huruf pertama dalam puisi itu ( Kalimat ) Syahadat di mana setiap orang bersaksi tentang satu Tuhan dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Dengan mengucapkan kalimat ini dengan Syahadat dan niat dalam hati, setiap orang secara otomatis akan masuk Islam.
Baca Juga:Sejarah Penjajahan Belanda Di IndonesiaSejarah IPDN Saat Jaman Belanda
Perwujudan nilai-nilai Islami pada senjata Kujang adalah melebarkan luas bilah yang menyesuaikan dengan bentuk huruf Syin. Kujang model terbaru ini konon mampu mengingatkan pemiliknya akan kesetiaannya terhadap Islam dan ajarannya. Lima lobang Kujang menggantikan makna Trimurti.
Kelima lubang itu melambangkan Lima Rukun Islam (Rukun Islam). Sejak saat itu, model Kujang merupakan perpaduan antara dua gaya yang dirancang oleh Prabu Kudo Lalean dan Prabu Kian Santang. Namun, kewibawaan kujang sebagai senjata turun-temurun yang dijiwai dengan “kekuatan lain” yang dapat memberikan kekuatan tertentu kepada pemiliknya tetap ada.
Para raja dan bangsawan tidak lagi menggunakan senjata Kujang dalam perkembangannya. Bahkan rakyat jelata sering memakai kujang, seperti raja dan bangsawan. Dalam masyarakat Sunda, kujang sering dipandang sebagai hiasan rumah.
Dikatakan bahwa ada jenis kepercayaan yang berhubungan dengan keberuntungan, perlindungan, kehormatan, otoritas dan lain-lain. Namun, beberapa takhayul dianggap tabu dan tidak diperbolehkan.
Itulah Sejarah Pusaka Tradisonal Kujang yang sudah kami informasikan.