sumedangekspres – Gerakan Apra, pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) adalah peristiwa pemberontakan yang meletus pada 23 Januari 1950 di Bandung. Pemberontakan ini dipimpin oleh Raymond Westerling, mantan kapten tentara Kerajaan Hindia Belanda Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL).
Pada saat itu, Westerling berusaha untuk mempertahankan bentuk negara federal dan menolak Republik Indonesia Serikat (RIS). Westeling menilai, RIS di bawah Soekarno dan Hatta terlalu fokus pada wilayah Jawa atau Jawa sentris.
Konferensi Meja Bundar pada Agustus 1949 menghasilkan keputusan:
1. Kerajaan Belanda akan menarik pasukan KL (Koninklijk Leger) dari Indonesia.
2. Tentara KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) akan dibubarkan dan akan dimasukkan ke dalam kesatuan-kesatuan TNI.
Baca Juga:Menikmati Keindahan Senja dan Golden Hour di Sumedang!Wisata Air Gajah Depa, Sangat Cocok Untuk Liburan Bareng Ayang maupun Keluarga!
Pasukan KL dan KNIL merasa dirugikan dengan keputusan KMB. Pasukan KNIL takut mengalami hukuman atau ancaman saat menyatu dengan TNI kelak. Akhirnya, seorang Komandan dari kesatuan khusus Depot Speciale Troopen (DST), Kapten Raymond Westerling memanfaatkan keadaan. Ia berhasil mengumpulkan 8.000 pasukan dari desertir dan anggota KNIL.
Sasaran pemberontakan APRA adalah Jakarta dan Bandung. Jakarta menjadi sasaran akibat sibuknya rapat menteri RIS pada awal Januari 1950 untuk membahas kembalinya Indonesia ke bentuk negara kesatuan.
APRA kemudian juga mengincar kota Bandung karena pasukan Sliwangi tidak menguasai sepenuhnya situasi di kota tersebut. Seiring dengan pangkalan militer Belanda yang kuat di Bandung.
Pemberontakan APRA pun terjadi di Jakarta dan Bandung untuk menentang keputusan ini. Meskipun Kapten Westerling terlihat seperti menjadi ketua, namun beberapa pendapat menyatakan bahwa dalang gerakan APRA adalah Sultan Hamid II. Kapten Westerling bahkan sempat bertemu Sultan Hamid II di Jakarta.
Pada pagi hari tanggal 23 Januari 1950, pasukan yang menamakan diri APRA bergerak dari Cimah menuju pusat kota Bandung, kebanyakan menuju markas Divisi Siliwangi di Jalan Oude Hospitaalweg (sekarang Jalan Lembong). Dalam perjalanan menuju markas Divisi Siliwangi, prajurit APRA melepaskan tembakan ke arah prajurit Siliwangi yang tidak bersenjata.