sumedangekspres– Pelestarian warisan budaya, dalam upaya pelestarian nilai-nilai budaya tradisional serta menjaga keberlasungan seni tradisi, perlu adanya penanganan secara serius baik dari instansi terkait maupun dari seluruh lapisan masyarakat, organisasi atau yayasan yang bergerak dalam bidang seni budaya.
Apabila tidak secepatnya ditangani secara dini tida menutup kemungkinan kesenian daerah akan punah dengan sendirinya. Hal ini berarti generasi penerus tidak mempunyai jati diri yang telah diwariskan oleh pendahulunya. Sehubungan dengan itu, Balai Pelestarian Nilai Budaya melakukan Inventarisasi dan Dokumentasi Karya Budaya Indonesia dalam bentuk pencatatan Warisan Budaya yang ada di Kabupaten Sumedang Khususnya Kesenia Tradisional.
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah menjaring data/informasi mengenai karya budaya yang dimiliki oleh setiap suku bangsa di daerah-daerah di wilayah kerja BPNB Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Sumedang. Kegiatan ini menggunakan 3 tahapan kerja yaitu wawancara, studi pustaka, dan pendokumentasian.
Baca Juga:5 Tarian Terkenal dari Jawa BaratUpacara Adat Jawa Barat, Inilah Tujuan Dilaksanakannya!
Kesenian daerah merupakan bentuk kreativitas manusia dalam mencari jati diri yang dituangkan dalam bentuk seni. Seni itu sendiri merupakan bentuk keahlian atau keterampilan manusia untuk mengekpresikan dan menciptakan hal-hal yang indah serta bernilai bagi kehidupan baik untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat umum.
Cikal bakal Kabupaten Sumedang dimulai pada tahun 678 ketika Prabu Guru Aji Putih mendirikan sebuah kerajaan yang diberi nama Tembong Agung. Lokasi bekas kerajaan ini sekarang berada di Desa Citembong Girang Kecamatan Ganeas. Kerajaan ini kemudian dipindahkan ke Kampung Muhara Desa Leuwihideung Kecamatan Darmaraja.
Sekarang bekas kerajaan ini telah berada di dasr waduk yang luas dan dalam di Darmaraja Sumedang. Tahun 721 Tajimalela Putra dan Guru Aji Putih merubah nama Tembong Agung menjadi Sumedang Larang dengan ibukota bernama Kutamaya. Perjalanan panjang Sumedang Larang di Kutamaya berakhir setelah Prabu Geusan Ulun yang bernama asli Pangeran Angkawijaya atau Pangeran Kusumadinata II, menjadi raja Sumedang Larang ke-9 sejak 1578 hingga 1610. Pada saat penobatan geusan ulun 22 april 1578, dia juga menerima pusaka Pajajaran dan alas prabon sehingga Geusan Ulun bukan hanya menjadi raja Sumedang Larang tetapi juga adalah Raja Pajajaran, sekalipun pada waktu itu dikiaskan bahwa Pajajaran sudah tidak eksis lagi.