sumedangekspres – Keris Kecil Asal Yogyakarta, Patrem adalah senjata berbentuk keris yang berukuran lebih kecil dari keris biasa. Patrem adalah senjata tradisional di Yogyakarta yang memiliki panjang biasanya 15-25 cm, jadi semua keris yang tingginya kurang dari 30 cm disebut patrem atau keris kecil.
Karena ukurannya yang kecil, patrem lebih mudah dibawa. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa patrem adalah senjata khusus wanita pada masa itu. Namun, tidak tertutup kemungkinan patrem juga digunakan oleh taruna dan pramuka karena mudah dibawa, biasanya dikenakan di pinggang bagian depan.
Artefak seperti patrem telah ditemukan bersama dengan topeng emas Nayan, di desa Nayan, Maguwoharjo. Sebagai pusaka koleksi, patrem bisa jadi lebih mahal dari keris pada umumnya karena dianggap langka. Beberapa orang percaya bahwa memiliki patrem dapat membawa manfaat tertentu, seperti kekayaan, kasih sayang, aura, dan lainnya. Dalam ragam kata Jawa menjelaskan bahwa kata patrem berasal dari “Panggane Ingkang Damel Tentrem” yang artinya dapat membuat siapapun yang menggunakannya merasa nyaman.
Sejarah Singkat Keris Kecil Patrem Yogyakarta
Baca Juga:Panduan Cara Memakai Keris Semar MesemPahlawan Nasional Pendiri Kabupaten Tangerang Ini Berasal Dari Sumedang, Manifestasi Insun Medal Insun Madangan
Membawa senjata bermata kecil untuk wanita dan anak-anak adalah hal yang biasa pada masa kerajaan di Jawa. Namun, hal ini biasanya hanya dilakukan oleh keluarga terpandang di masyarakat, seperti keluarga bangsawan atau pedagang, untuk melindungi anak-anak dan perempuan dari pencuri dan gangguan hewan. Selain itu, penggunaan patrem juga dikenal oleh anak-anak yang dididik khusus untuk menjadi prajurit kerajaan.
Catatan sejarah “Yingyai Shenglan” yang ditulis oleh seorang penjelajah Cina bernama Ma Huan memperkuat pandangan bahwa pada masa lalu, patrem memang digunakan oleh anak-anak. Ketika Ma Huan mengunjungi Majapahit, dia menemukan bahwa kebanyakan pria di negeri ini menggunakan belati lurus atau melengkung sejak usia dini, bahkan sejak usia tiga tahun. Belati yang disebutkan di sini tidak lebih dari belati. Sementara itu, buku Sir Thomas Stamford Raffles The History of Java Island menyebutkan bahwa prajurit wanita di keraton Yogyakarta memakai semacam keris kecil di pinggang.
Panjang patrem biasanya hanya satu inci, kurang dari 30 cm, kepingannya mungkin lurus atau tidak lebih dari lima luk. pada bagian gandiknya polos,kadang memakai tikel alis dan sebuah tingil. Pamor yang digunakan umumnya adalah mlumah tiban, kadang juga memakai ganja iras. Tepi mata pisau biasanya tidak tajam.