Di balik kain yang menutupi, ada simbol solidaritas. Di tengah polusi yang memisahkan, masker menyatukan.
Ini bukan sekadar tentang kepentingan personal, tetapi mengenai ikatan sebagai manusia.
Namun, masker bukanlah mantra penyembuh. Ia hanyalah satu bagian dari simfoni perlawanan. Masyarakat Jakarta perlu juga merangkul solusi jangka panjang.
Baca Juga:Levi’s: Merek Jeans yang Berkilau dalam KeberlanjutanApakah Kalian Tahu Dengan Sunk Cost Fallacy ? Salah Satu Gejala Penyakit Mental Yang Sekarang Banyak Orang Mengalaminya
Penyaring udara di rumah, menjaga lingkungan bersih, dan transisi ke energi bersih, semuanya adalah alat untuk menepis polusi.
Polusi udara, seperti halnya semua masalah, memerlukan pendekatan holistik.
Di setiap lapisan masker, ada pesan: kita mampu bertahan dan melawan. Polusi udara mungkin melintasi tembok fisik, tetapi tak bisa menghapus semangat.
Pada hari ketika langit Jakarta kembali biru, kita akan mengingat betapa masker, selain menyaring udara, juga mengajarkan tentang kesatuan dalam perbedaan.
Dalam gerai-gerai Karet Bivak, Jakarta, masker tak hanya menjadi peralatan kesehatan, melainkan amulet perlindungan.
Ia membawa harapan, dalam setiap helaian kain, bahwa suatu saat udara akan bersih lagi.
Jika polusi perlahan merangkak menjauh, itu karena langkah-langkah kecil seperti mengenakan masker, yang merangkul kita semua dalam perjalanan menuju napas yang lebih lega.