Apakah Kalian Tahu Dengan Sunk Cost Fallacy ? Salah Satu Gejala Penyakit Mental Yang Sekarang Banyak Orang Mengalaminya

Apakah Kalian Tahu Dengan Sunk Cost Fallacy ? Salah Satu Gejala Penyakit Mental Yang Sekarang Banyak Orang Mengalaminya
(grammarly.com)Apakah Kalian Tahu Dengan Sunk Cost Fallacy ? Salah Satu Gejala Penyakit Mental Yang Sekarang Banyak Orang Mengalaminya
0 Komentar

sumedangekspres – Pernahkah merasa seperti sudah kenyang, namun masih mendorong diri untuk makan lebih banyak karena sudah mengeluarkan uang untuk makanan itu?

Hal serupa terjadi dalam hubungan toksik. Terkadang, meski sadar bahwa hubungan itu tidak sehat, kita terjebak dalamnya.

Kita terus mempertahankannya karena merasa sudah mengeluarkan banyak usaha, waktu, dan emosi di dalamnya. Inilah yang disebut Sunk Cost Fallacy.

Baca Juga:Tiketnya Lumayan Murah Loh untuk Nonton KAWS Holiday INDONESIAKehilangan Moral dan Akal Gara-Gara Uang

Sunk Cost Fallacy adalah bias psikologis yang menggiring kita untuk terus mengorbankan uang, waktu, dan usaha pada situasi yang sebenarnya sudah merugi dan tidak produktif.

Mengapa kita enggan mengakhiri hubungan meski toksik? Kita merasa investasi kita akan sia-sia jika kita berhenti.

Kita merasa lebih sulit melupakan semua usaha dan waktu yang kita habiskan daripada meneruskan hubungan yang menyakitkan.

Dalam pandangan National Institutes of Health (NIH), Sunk Cost Fallacy menghasilkan keputusan yang tak masuk akal dan dipengaruhi oleh emosi.

Kita lebih mementingkan apa yang sudah kita keluarkan daripada kebahagiaan dan kesejahteraan masa depan.

Hal ini membuat kita terjebak dalam lingkaran yang tak sehat. Kita kehilangan sumber daya berharga seperti waktu, energi, dan uang.

Penting untuk menyadari bahwa apa yang sudah kita investasikan tidak akan kembali. Masa lalu tidak menentukan masa depan.

Baca Juga:Art Moments Jakarta 2023: Membuka Jendela Baru Bagi Seniman LokalKAWS: HOLIDAY Jogja, Niat Liburan Malah Jadi Liat Karya Seni

Namun, bagaimana kita tahu kapan harus berhenti? Tentukan batasan yang jelas antara bertahan dan pergi. Tanpa batasan ini, kita akan tetap terjebak.

Misalnya, jika merasa bahwa hubungan tidak memiliki potensi jangka panjang, pertimbangkan untuk pergi.

Dr. Safai dari verywellmind.com menyatakan bahwa masa depan tercermin dari masa lalu.

Jika hubungan, pekerjaan, atau aktivitas saat ini tidak memberikan dampak positif atau kebahagiaan, kemungkinan besar hal ini akan berlanjut di masa depan.

Pertimbangkan apakah investasi sebanding dengan hasilnya. Jika usaha yang keluarkan tidak sebanding dengan apa yang terima, mungkin saatnya untuk berpikir ulang.

Bayangkan jika semua waktu, uang, dan upaya yang Anda curahkan dalam hubungan yang tidak berdaya itu dialokasikan pada sesuatu yang lebih produktif dan positif.

0 Komentar