sumedangekspres – Dinasti Politik dan Sejarah Kepemimpinan: Pelajaran dari Soeharto hingga Gibran
Pada tanggal 25 Oktober, Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka, secara resmi mendaftarkan diri sebagai calon wakil presiden bersama Prabowo Subianto ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pencalonan ini menciptakan gelombang diskusi dan kontroversi di masyarakat.
Bukan hanya karena Gibran adalah Walikota Solo, tetapi juga karena dia adalah putra dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga:Baru Tau, Ternyata Film Gampang Cuan Diangkat dari Kisah Nyata! Tentang Apa Ya?Lirik Lagu FML SEVENTEEN Hangul Lengkap dengan Romanisasi & Terjemahan Indo
Secara hukum, pencalonan ini tidak menimbulkan masalah, namun, banyak yang melihatnya sebagai upaya Jokowi untuk menciptakan dinasti politik, sehingga kekuasaan keluarganya berlanjut.
Tentu, Jokowi telah membantah tudingan ini, namun, fenomena pencalonan anak kepala negara bukan hal yang baru dalam sejarah politik Indonesia.
Ada sejarah mirip yang pernah terjadi pada era Soeharto.
Pada tahun 1997, ada spekulasi mengenai arah kepemimpinan Mbak Tutut, putri Soeharto.
Saat itu, Tutut menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Banyak yang menduga bahwa keluarga Soeharto memainkan peran penting dalam Golkar dan ini terkait erat dengan suksesi kepemimpinan Soeharto.
Salah satu yang mendukungnya adalah akademisi Salim Said, yang menjadi penasihat fraksi Golkar di MPR dan memiliki hubungan dekat dengan Tutut.
Salim Said menyakini bahwa Soeharto sedang mempersiapkan Tutut untuk menggantikannya sebagai presiden.
Baca Juga:Pemilik The Originote Udah di Spill? Siapa? Makna Lagu Batas Senja Nanti Kita Seperti Ini
Persiapan ini telah dimulai sejak tahun 1993, saat Soeharto mendukung anak-anaknya, termasuk Tutut, untuk terlibat dalam politik dengan menjadi pengurus Golkar.
Tutut mendapatkan jabatan yang signifikan dalam Golkar, menjadi Wakil Ketua Golkar bersama Ketua Harmoko, seorang sipil pertama yang menduduki posisi puncak Golkar.
Bambang, saudara Tutut, ditunjuk sebagai bendahara.
Selain memberikan posisi strategis kepada Tutut di Golkar, Soeharto juga berupaya menggandeng ABRI dan kekuatan Islam, khususnya dari kalangan NU, terutama Gus Dur, untuk mendukung Tutut.
Strategi Soeharto ini berhasil.
Tutut semakin dikenal baik di kalangan akar rumput maupun elite.
Ketika Golkar memenangkan Pemilu 1997, Tutut diangkat sebagai Ketua Fraksi Golkar di MPR.
Salim Said bahkan meramalkan bahwa Tutut akan menjadi anggota kabinet sebagai langkah Soeharto untuk mengarahkan anaknya sebagai pemimpin masa depan.