sumedangekspres – Menag Larang Politik Praktis di Mesjid, Harus Perkuat Masjid sebagai Pusat Kegiatan Sosial!
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kembali menegaskan pesan Presiden Joko Widodo tentang kebangkitan masjid di Indonesia.
Menag menuturkan, hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW saat mendirikan Masjid Quba di Madinah. “Masjid Quba inilah yang mendorong kemajuan peradaban kota Madinah pada masa itu. Kota Madinah ini maju karena kontrak sosial atau konstitusi yang lahir berkat perundingan-perundingan untuk kemaslahatan umat yang dibahas di masjid,” ungkap Menag.
Baca Juga:Resep dan Cara Membuat Tahu Kukus Goreng, Bikin Nafsu Makan Meningkat!Kulit Kamu Kasar dan Gradakan? Berikut Tips Untuk Menghilangkan Gradakan di Wajah, Auto Mulus!
“Kedua, sebagai pengurus BKM kita harus menjaga masjid agar tidak digunakan sebagai tempat berpolitik praktis,” lanjut pria yang akrab disapa Gus Men tersebut.
Katanya, kalau mau berpolitik di masjid, harus mencontoh apa yang dilakukan di zaman Rasulullah.
Pada masa Nabi, menurut Menag, masjid merupakan tempat berdiskusi politik demi persatuan umat dan tidak mempermasalahkan perbedaan kepentingan. Ini adalah politik tingkat tinggi.
“Dulu Nabi Muhammad SAW di masjid melakukan politik keumatan atau istilahnya sekarang high politics, tidak terkait dengan perbedaan kepentingan, dan justru sebaliknya mempersatukan perbedaan dari berbagai kabilah di sana,” papar Menag.
Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi sekarang. Kegiatan politisasi yang dilakukan di masjid-masjid saat ini justru cenderung memecah belah jemaah.
“Ketika melakukan konsolidasi politik di masjid, justru terjadi pengkotakan. Ini tidak boleh kita biarkan,” ucap Menag Yaqut.
Namun sayang, menurut Menag, banyak pihak yang menganggap konsolidasi politik yang dilakukan di masjid merupakan bagian dari keteladanan Rasulullah.
Baca Juga:Enak Tapi Bikin Bau Mulut, Ini Dia Manfaat Pete yang Jarang Diketahui OrangHmm Celana Jeans Biru Muda Cocok dengan Baju Warna Apa Ya? Yuk Intip Disini
Menurutnya, pimpinan BKM harus berperan menjelaskan kesalahpahaman tersebut. Ia mengungkapkan, aktivitas politik di masjid saat ini sering dikaitkan dengan aktivitas Nabi Muhammad SAW dalam membangun peradaban di Madinah dengan ikut berpolitik di masjid-masjid kuno.
Menurutnya, hal tersebut berbeda dengan apa yang terjadi saat ini dan tidak bisa dibandingkan dengan apa yang terjadi pada zaman dulu.
“Pada masa Nabi, politik yang berjalan di masjid itu adalah politik yang mempersatukan banyaknya kabilah-kabilah yang berbeda. jika masjid dijadikan alat berpolitik justru yang terjadi adalah pengkotak-kotakkan. Itu berbanding terbalik dengan politik pada masa Rasulullah,” jelasnya.