Dampak Makanan Tersisa: Menggali Isu Food Wastage dan Ancaman Lingkungan

Dampak Makanan Tersisa: Menggali Isu Food Wastage dan Ancaman Lingkungan
Dampak Makanan Tersisa: Menggali Isu Food Wastage dan Ancaman Lingkungan (ist/pinterest)
0 Komentar

sumedangekspres – Saat kita duduk untuk makan, seringkali kita tidak menyadari bahwa keputusan kita untuk membuang sisa makanan bisa berdampak besar terhadap lingkungan. Kebiasaan buruk ini terjadi di semua lapisan masyarakat, berujung pada penumpukan sisa makanan dan justru bisa menjadi ancaman serius bagi masa depan kita. Food wastage atau sampah makanan adalah isu krusial yang melibatkan semua negara, termasuk Indonesia, baik yang sudah maju maupun yang masih berkembang.

Menurut Laporan Kajian Food Loss and Waste di Indonesia 2021 yang dirilis oleh Kementerian PPN/Bappenas dengan Waste4Change dan World Resource Institute, Indonesia sendiri menghasilkan antara 23 hingga 48 juta ton sampah makanan per tahun dalam rentang waktu 2000-2019. Ini setara dengan 115-184 kg per kapita per tahun.

Jumlah ini mencakup berbagai tahap produksi pangan, mulai dari pertanian hingga meja makan. Sampah makanan tidak hanya terjadi di rumah tangga tetapi juga terjadi pada saat produksi, distribusi, dan penjualan makanan.

Baca Juga:Rumah Sakit Indonesia di Gaza: Kilas Balik Perjuangan dan KeterbatasanManfaat Berkebun untuk Kesehatan dan Kesejahteraan

Sisa pangan pada tahap produksi (food loss), setelah panen dan penyimpanan, pengolahan dan pengemasan, tahap distribusi/pemasaran, sampai dengan tahap konsumsi (food waste).

Dampak dari kebiasaan ini mencakup beberapa aspek yang dapat merugikan lingkungan dan manusia. Pertama, membuang makanan secara langsung berarti sumber daya yang digunakan untuk memproduksinya juga terbuang sia-sia. Mulai dari air, lahan pertanian, energi hingga bahan kimia yang digunakan dalam proses pertanian dan pengolahan makanan.

Sampah makanan menumpuk di tempat pembuangan sampah yang kemudian menjadi sumber emisi gas rumah kaca. Proses pembusukan makanan menghasilkan metana, gas rumah kaca yang berpotensi lebih berbahaya bagi lingkungan dibandingkan karbon dioksida.

Dalam skala besar, hal ini dapat berkontribusi terhadap perubahan iklim global. Selain itu, permasalahan sampah pangan juga erat kaitannya dengan ketimpangan akses pangan. Meskipun sebagian orang menderita kekurangan pangan, sebagian lainnya menyia-nyiakan makanan tanpa memikirkan dampaknya. Peningkatan produksi pangan tidak selalu sejalan dengan ketahanan pangan global karena terbatasnya sumber daya.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan perilaku konsumen dan pendekatan rantai pasok pangan yang komprehensif. Pendidikan masyarakat akan pentingnya menghargai pangan dan meminimalkan sampah harus ditingkatkan.

0 Komentar