sumedangekspres – Pabrik Handuk di Jawa Barat Tutup: Kehancuran Industri TPT Nasional, Kabar pahit telah menghantam industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia, dengan penutupan salah satu pabrik yang berbasis di Jawa Barat.
Langkah ini tidak hanya mengakibatkan kehilangan pekerjaan bagi ratusan individu, tetapi juga menyoroti eskalasi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus berlanjut di sektor ini.
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, penutupan tiba-tiba ini menandakan bahwa masalah PHK di industri TPT masih menjadi masalah yang berkepanjangan.
Baca Juga:Digitalisasi: Terobosan Menuju Pelayanan Publik yang Cepat dan EfisienBKKBN Dorong Kolaborasi Masyarakat Turunkan Stunting
“Pabrik Handuk di Jawa Barat Tutup tekstil yang ditutup belum berhenti. PT Wiska tiba-tiba menutup usahanya dan belum ada kejelasan mengenai pesangon,” ujar Ristadi pada Senin kemarin.
Ristadi juga mengungkapkan bahwa alasan di balik penutupan pabrik ini diduga karena stok produksi yang tidak terjual akibat menurunnya permintaan pasar.
Perusahaan ini beroperasi di tiga lokasi, yaitu Sumedang, Soreang, dan Rancaekek, dengan jumlah karyawan yang tersisa sekitar 700 orang.
“PHK ini terjadi secara bertahap, menyisakan sekitar 500-700 pekerja setelah sebelumnya jumlahnya ribuan.
Namun, angka ini tidak stabil karena beberapa di antaranya adalah pekerja kontrak,” ungkap Ristadi.
Keputusan tiba-tiba untuk menutup pabrik pada 2 November lalu merupakan pukulan telak bagi karyawan.
Perusahaan yang fokus pada ekspor dan pasar lokal, khususnya dalam produksi berbagai varian handuk, kini menutup pintunya tanpa memberikan kejelasan terkait pesangon kepada karyawan yang terkena dampak.
Baca Juga:Musim Kemarau Menghentikan Operasional Pembenihan Ikan di Sumedang Antara Tantangan dan PeluangKedai Kopi Akar Tangkal di Sumedang Menghadirkan Lezatnya Kopi Sambil Menikmati Keindahan Gunung
Ristadi juga menyoroti ketidakpastian terkait pesangon para pekerja, dengan manajemen perusahaan menantang secara hukum dengan alasan ketidakmampuan membayar.
Meskipun aturan mengenai nilai pesangon telah direvisi dalam UU Cipta Kerja, pengusaha masih mengklaim ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kewajiban ini.
“Ini adalah berita yang menyedihkan. Janji pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang mampu menyelamatkan industri tekstil tidak terasa.
Kebijakan pengetatan impor juga tidak memberikan dampak yang diharapkan,” tandas Ristadi.
Kondisi ini menyoroti kebutuhan mendesak bagi pemerintah untuk mengambil langkah konkret guna mengurangi laju PHK, terutama di sektor manufaktur seperti industri TPT.