sumedangekspres – Tantangan Demokrasi 2024 Menimbang Antara Pembangunan dan Kualitas Demokrasi, Tahun depan, dunia akan menyaksikan pesta demokrasi terbesar dalam sejarah manusia dengan hampir separuh populasi dunia mengikuti proses pemilihan umum di 76 negara.
Namun, antara prosedur yang dijalankan dan realitas pelaksanaannya, cacat-cacat dalam sistem memunculkan kekhawatiran terkait kualitas demokrasi yang terus memudar.
Pandangan dari “The World Ahead 2024” Tantangan Demokrasi 2024 terbitan majalah The Economist menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh negara-negara yang tengah menghadapi pemilihan umum.
Baca Juga:Membangun Desa Melalui Inovasi: KKN Tematik dan Peningkatan Kualitas ProdukPabrik Handuk di Jawa Barat Tutup: Kehancuran Industri TPT Nasional
Tantangan Demokrasi 2024 Menimbang Antara Pembangunan dan Kualitas Demokrasi
Di tengah proses ini, Indonesia bersama Amerika Serikat dan India menjadi sorotan sebagai negara dengan jumlah peserta pemilu terbesar.
Namun, sorotan tak hanya pada jumlah partisipan, melainkan pada dinamika politik yang memengaruhi proses demokrasi.
Di AS, bayangan kembali Donald Trump dalam panggung politik mempertanyakan arah ekonomi dan stabilitas politik yang diharapkan.
Hal serupa terjadi di Indonesia, di mana tingkat kepuasan terhadap Presiden Joko Widodo menjadi faktor penentu bagi arah politik selanjutnya.
Meski demikian, ada seruan kuat dari berbagai kelompok masyarakat sipil untuk memastikan integritas dan kejujuran dalam proses demokrasi.
Namun, pandangan global terhadap Tantangan Demokrasi 2024 juga tengah mengalami perubahan.
Martin Wolf, seorang kolumnis terkenal, melukiskan kemunduran demokrasi yang seiringan dengan perlambatan kapitalisme.
Masa keemasan demokrasi dan kebebasan berekspresi tampaknya meredup dengan meningkatnya pemerintahan otoriter di berbagai belahan dunia.
Baca Juga:Digitalisasi: Terobosan Menuju Pelayanan Publik yang Cepat dan EfisienBKKBN Dorong Kolaborasi Masyarakat Turunkan Stunting
Perkawinan antara kapitalisme dan demokrasi kini tampaknya berada di ujung tanduk, terutama dengan China yang mampu mengembangkan ekonomi tanpa menerapkan demokrasi.
Indonesia sendiri, melalui kebijakan pembangunan infrastruktur yang masif, mencoba merangkul masa depan dengan menjadi pemain utama dalam industri mobil listrik dunia.
Presiden Jokowi mendorong pembangunan ini sebagai bagian dari visi “Indonesia Emas 2045”.
Namun, dilema muncul ketika kebijakan pembangunan ini digunakan sebagai dalih untuk mengorbankan proses politik yang demokratis.
Risiko terbesar adalah gejolak sosial akibat represi terhadap demokrasi yang dapat menggagalkan upaya pembangunan.
Momentum pemilu 2024 menjadi titik balik. Indonesia memiliki kesempatan untuk menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang maju bisa beriringan dengan pertumbuhan kualitas demokrasi yang sehat. Demokrasi bukan hanya tentang membangun ekonomi, tetapi juga tentang membangun fondasi peradaban yang kuat.