Renovasi ketiga, diprakarsai oleh Bupati Misbach pada tahun 2002, melibatkan pembangunan menara azan setinggi 35,5 meter. Pembangunan ruang DKM dan Kesekretariatan juga dilakukan pada periode ini. Pemugaran ketiga ini selesai pada 22 April 2004.
Pengaruh Arsitektur Cina dan Belanda
Desain arsitektur Masjid Agung Sumedang mencerminkan pengaruh yang unik dari dua budaya berbeda, yaitu Cina dan Belanda. Pengaruh Cina datang melalui kontribusi orang Cina yang turut serta dalam pembangunan masjid. Konflik antara jawara Cina dan jawara Sumedang pada masa itu membuat sekelompok orang Cina, termasuk seorang ahli konstruksi, berkontribusi dalam pembangunan masjid. Sebagai kompensasi, desain masjid dipengaruhi oleh kuil-kuil di China, menciptakan tampilan yang mirip dengan klenteng.
Di sisi lain, pengaruh Belanda terlihat pada bentukan kolom-kolom masjid yang merupakan kolom Yunani. Ukuran jendela yang besar dengan ujung setengah lingkaran adalah karakteristik arsitektur Belanda pada masa itu.
Baca Juga:Sejarah Ringkas Kabupaten Sumedang, Perjalanan Sejak Tahun 1833Semua Ini Tentang Kamu, Taman Endog Sumedang
Peninggalan Pangeran Sugih
Pangeran Sugih, atau Raden Somanagara, adalah bupati terkaya se-tatar Sunda pada masanya. Selain memiliki kekayaan materi, ia juga dikenal sebagai bupati yang cerdas. Pangeran Sugih memiliki 31 istri dan 94 keturunan, yang tersebar di beberapa daerah di tatar Sunda.
Peninggalan Pangeran Sugih tidak hanya terbatas pada Masjid Agung Sumedang, tetapi juga mencakup kosmologi tata ruang klasik di Sumedang saat ini. Gedung Negara, yang sebelumnya bernama Gedung Bengkok dan berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan kediaman Pangeran Sugih, juga merupakan bagian dari warisan sejarah yang ia tinggalkan.
Keberlanjutan dan Nilai Sejarah
Masjid Agung Sumedang tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga simbol keberlanjutan dan nilai-nilai sejarah. Meskipun mengalami beberapa perubahan struktural dan ornamen selama renovasi, beberapa bagian bangunan masih mempertahankan keasliannya. Relief di atas pintu masjid, kohkol atau pangbedugan, bangunan tihang-tihang, dan jendela masih merupakan bagian dari bangunan asli yang dijaga dengan baik.
Keberlanjutan Masjid Agung Sumedang juga tercermin dalam kemampuannya untuk tetap kokoh meskipun terkena gempa pada tahun 60-70-an. Ketahanan dinding-dinding besar masjid ini teruji dari masa ke masa, menjadi bukti ketangguhan konstruksi yang digunakan pada saat pembangunan.