sumedangekspres – Naskah kuno merupakan penanda berharga dalam sejarah peradaban. Melalui pembacaan dan penerjemahan yang cermat, kita dapat menggali nilai-nilai etika, budaya, dan kebahasaan yang membentuk karakter suatu bangsa.
Sayangnya, minat terhadap kajian naskah kuno seringkali terpinggirkan di tengah hiruk pikuk modern. Namun di Kabupaten Sumedang, salah satu guru menaruh perhatian terhadap warisan budaya tersebut dan menjadikannya sebagai misi hidupnya.
Mia Sugiarti, seorang guru bahasa Sunda dari SMPN 1 Rancakalong, bukan hanya seorang pendidik di kelas, tetapi juga pejuang dalam melestarikan naskah kuno.
Baca Juga:Harimau Sumatera: Konflik dengan Manusia di Wilayah Pesisir Barat, LampungOperasi Polisi Berhasil: 66 Anggota Geng Motor dan 16 Motor Diamankan di Nagreg, Bandung
Menyandang gelar sebagai anggota Tim Filolog Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Bahasa Sunda Kabupaten Sumedang, Mia juga aktif sebagai Presenter Bahasa Sunda di salah satu televisi lokal Sumedang.
Namanya juga dikenal sebagai anggota dari Taji Larang, sebuah Komunitas Pelestari Warisan Adat Budaya yang fokus pada pelestarian benda, lisan, dan tulisan.
Kiprahnya tidak sebatas di ruang kelas, Mia juga terlibat dalam penerjemahan beberapa naskah kuno antara lain Carios Babad Awak Salira dan Waruga Jagat, Prabu Siliwangi.
Naskah Carios Babad Awak Salira menjadi bukti nyata bagaimana Mia ikut serta dalam penjelasan mudah ajaran tasawuf berdasarkan contoh kehidupan masyarakat Sunda.
Mia mulai tertarik dengan naskah kuno ketika ia belajar sastra Sunda di Universitas Padjadjaran. Keterlibatannya semakin dalam karena masih banyak naskah kuno yang belum terjamah atau bahkan terbengkalai di wilayah Kabupaten Sumedang.
Mia berpendapat, penyelamatan naskah kuno memerlukan kerja sama dan peran aktif berbagai pihak. Salah satu kontribusinya adalah keikutsertaannya dalam tim preservasi dan digitalisasi naskah kuno dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Tim ini menjadi pelita dalam menjaga naskah-naskah kuno yang tersebar di seluruh Indonesia.
Menurut Mia, naskah kuno hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari kertas, lontar, kulit kayu, bambu, dan bahan lainnya.
Baca Juga:Jelang Masa Kampanye, KPU Sumedang “Pemasangan Alat Perlengkapan Kampanye (APK) Harus Sesuai Titik Lokasi Penetapan”Aksi Bersih Sungai Cisuda: Upaya Kota Sukabumi Tanggulangi Potensi Banjir
Digitalisasi naskah ini memerlukan teknis dan ketelitian tersendiri. Namun, bagi Mia, ini merupakan langkah penting untuk menjamin keberlangsungan warisan budaya yang tercatat dalam naskah kuno.
Dengan keikhlasan dan semangatnya, Mia Sugiarti tidak hanya menjadi guru di kelas, namun juga pahlawan yang menjaga khazanah kearifan lokal. Melalui usahanya, Mia membuka jendela bagi generasi mendatang untuk tetap terhubung dengan akar budayanya.