sumedangekspres – Dalam beberapa waktu terakhir, Australia tengah menghadapi tantangan serius akibat serbuan kapal nelayan Indonesia yang secara besar-besaran masuk ke wilayah teritorial lautnya.
Bukan hanya puluhan, namun ratusan kapal nelayan Indonesia tercatat telah memasuki perairan yang seharusnya merupakan wilayah Australia.
Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Indonesia, Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan bahwa pantauan dari command center menunjukkan bahwa di sebelah barat Perth, Australia, terdapat banyak kapal-kapal Indonesia yang aktif beroperasi.
Baca Juga:Hamas Desak Otoritas Palestina Hentikan Perundingan dan Ajak Ikut Perangi IsraelAnies Baswedan Sindir Prabowo di Debat Pertama Pilpres 2024: Jadi Oposisi Itu Sama-sama Terhormat, Tapi Ada yang Nggak Tahan
“Jika dilihat di command center, di baratnya Perth (Australia) itu banyak sekali kapal-kapal Indonesia,” ujarnya usai membuka Rakornas Pengawasan dan Penegakan Hukum Bidang Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Trenggono tidak menutupi fakta bahwa pihaknya telah berulang kali memberikan imbauan kepada nelayan-nelayan Indonesia agar tidak menangkap ikan di wilayah teritorial Australia.
Upaya koordinasi pun telah dilakukan dengan pemerintah Australia terkait masalah ini.
“Terus terang siang ini juga atau besok itu Dubes (Duta Besar) Australia minta ketemu sama saya. Salah satunya terkait dengan hal-hal seperti itu,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Adin Nurawaluddin memaparkan bahwa sekitar 378 kapal nelayan Indonesia telah termonitor memasuki wilayah teritorial Australia.
Perhatian khusus diberikan pada nelayan pelintas batas di Pulau Rote yang nekat menyeberangi wilayah perairan Australia, yang dianggap melanggar perjanjian tahun 1974 antara Indonesia dan Australia.
“Yang sekarang ini sedang menjadi perhatian, banyak nelayan pelintas batas yang ada di Pulau Rote itu nyeberang ke wilayah teritorialnya perairan Australia. Ini sedang menjadi perhatian pemerintah Australia, karena banyak kapal-kapal tidak sesuai dengan perjanjian tahun 1974,” ungkap Adin.
Baca Juga:Alun-alun Surian Direhabilitasi, Warga SenangSumedang Percepat Transformasi Digital Pemerintahan dengan 5 Langkah Ini
Adin menjelaskan bahwa dalam perjanjian tersebut, terdapat MoU Box yang menjadi solusi sengketa terkait Pulau Pasir.
Pulau Pasir, yang diserahkan oleh Inggris kepada Australia, mengacu pada perjanjian antara Belanda dan Inggris.
Meskipun masyarakat di Pulau Rote menganggap Pulau Pasir sebagai bagian dari wilayah tradisional mereka, MoU Box menetapkan persyaratan bahwa penangkapan ikan di wilayah tersebut hanya boleh dilakukan dengan kapal-kapal tradisional.