sumedangekspres – Mengapa Kedatangan Jenazah Lukas Enembe Disambut Amarah Oleh Warga Papua? Berikut Jawabannya!
Kedatangan jenazah mantan gubernur Papua Lukas Enembe ke Sentani telah menyulut kerusuhan pada Kamis (28/12/2023), menyebabkan puluhan orang terluka dan sejumlah bangunan dibakar.
Keadaan di wilayah Sentani, Abe, Waena, yang berbatasan dengan Jayapura, ibu kota Papua, menjadi tegang. Pertanyaannya, mengapa ada kemarahan sedemikian hebat?
Baca Juga:Perbandingan Dana Kampanye Ketiga Paslon, Prabowo-Gibran Capai 31 Milyar?Cafe Romantis yang Menawan di Sumedang, Tempatnya Nyaman dan Trendi
Untuk memahami konteks ini, pertama-tama kita perlu meninjau sejarah kepemimpinan lokal di Papua. Sejak belum resmi bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga saat ini, telah ada 13 gubernur yang memimpin di Papua.
Dalam periode upaya memasukkan Papua ke dalam NKRI antara tahun 1956-1963, dua pejabat dari wilayah Barat Indonesia, yaitu Zainal Abidin Syah dan Pamoedji, ditunjuk untuk memimpin.
Ketika Papua Barat secara resmi menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), gubernur-gubernurnya yang pertama adalah Eliezer Jan Bonay dan Frans Kaisiepo, keduanya merupakan putra asli Tanah Papua yang berasal dari wilayah kepulauan di Teluk Cendrawasih. Jan Bonay dilahirkan di Serui, Kepulauan Yapen, sementara Frans Kaisiepo lahir di kepulauan Biak Numfor.
Setelah mengalami perubahan nama menjadi Irian Jaya, delapan gubernur berturut-turut memimpin wilayah tersebut. Dari jumlah tersebut, tiga di antaranya yang ditunjuk oleh pemerintah pusat berasal dari Pulau Jawa.
Selain Frans Kaisiepo yang telah disebutkan sebelumnya, ada pula putra daerah, seperti Izaac Hindom yang lahir di Teluk Patipi, yang kini menjadi bagian dari wilayah Fakfak di Provinsi Papua Barat.
Selain itu, terdapat Barnabas Suebu yang lahir di Sentani, yang dahulu termasuk wilayah pesisir Jayapura dan sekarang menjadi kabupaten sendiri. Terakhir, Freddy Numberi berasal dari Kepulauan Yapen.
Pada tahun 2000, ketika nama Irian Jaya diubah menjadi Papua, empat gubernur telah menjabat, termasuk Freddy Numberi sebagaimana disebutkan sebelumnya.
Baca Juga:Mengungkap Misteri Keindahan Goa yang Ada di Sumedang: Wisata Alam yang Sangat MenakjubkanWisata Edukasi: Menelusuri Sejarah Kota Sumedang di Museum Prabu Geusan Ulun
Setelah periode kepemimpinan Freddy Numberi, Jacobus Solossa, seorang anggota suku Ayamaru dari Sorong di wilayah kepala burung yang sekarang masuk Provinsi Papua Barat, mengambil alih.
Kemudian, Barnabas Suebu terpilih kembali dan memimpin dari tahun 2006 hingga 2011, sebelum akhirnya digantikan oleh Lukas Enembe.