Lemah Ekonomi Dominasi Perceraian

TANGGAPI: Panitera Pengadilan Agama Sumedang Maman Suherman SAg MH, saat memberikan keterangan data perkara yang diterima di Pengadilan Agama Sumedang kepada Sumeks, baru-baru ini.
TANGGAPI: Panitera Pengadilan Agama Sumedang Maman Suherman SAg MH, saat memberikan keterangan data perkara yang diterima di Pengadilan Agama Sumedang kepada Sumeks, baru-baru ini.
0 Komentar

Saat ditanya perkara yang paling banyak diajukan masyarakat pada tahun 2022 dan 2023 di PA Sumedang panitera mengatakan, pertama perceraian adalah merupakan jenis perkara terbanyak pada tahun 2022, ada 4.574 perkara, kemudian pada tahun 2023 ada 3.994 perkara.

“Yang kedua isbat nikah pada tahun 2022 ada 387 perkara dan pada tahun 2023 ada 336 perkara. Ketiga dispensasi kawin pada tahun 2022 ada 250 perkara, kemudian di tahun 2023 ada 278 perkara,” ujarnya.

Diketahui, kewenangan Pengadilan Agama (PA) Sumedang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan dilakukan berdasarkan hukum islam serta wakaf shadaqah dengan sengketa perbankan syari’ah. Sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama.

Baca Juga:Bendungan Cihamerang Sisakan Dampak SosialPerumda Air Minum Tirta Medal Sumedang Berikan Karyawan Dapat Bantuan Perbaikan Rumah

“Dari kewenangan-kewenangan tersebut yang dikualifikasikan sebagai perkara dan oleh karenanya penanganan administrasinya dilakukan oleh Kepaniteraan. Sedangkan kewenangan menyelesaikan sengketa kewenangan mengadili dan permohonan fatwa tidak dikualifikasikan sebagai perkara,” ujarnya.

Sehingga, lanjut dia, pengadministrasian dilakukan dengan mekanisme tersendiri.

Sedangkan terkait dampak setelah amandemen Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang diikuti kenaikan perkara dispensasi kawin, Panitera mengatakan, perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hanya berkaitan dengan umur pernikahan (pasal 7) yang semula perempuan 16 dan laki-laki 19 tahun menjadi keduanya umur 19 tahun, perubahan undang-undang ini dimaksudkan juga untuk meminimalisir perkawinan anak.

Namun, lanjut Panitera, kenyataannya dispensi kawin di pengadilan semakin meningkat, meskipun peningkatan dispensasi kawin bukan indikator tunggal untuk mengukur angka perkawinan anak.

“Tidak dapat dipungkiri amandeman undang-undang perkawinan dan meningkatnya angka dispensasi kawin, membuat pemangku kepentingan harus mengambil langkah strategis dan sitematis. Dengan menggelar diskusi, seminar, sarasehan, sosialisasi, loka karya, dengar pendapat baik secara langsung maupun virtual,” tutup Panitera. (ahm)

0 Komentar