sumedangekspres – Mari simak artikel tentang Cak Imin kritik Food Estate.
Pengembangan program Food Estate di Indonesia terus menjadi sorotan utama, khususnya karena terus dikritik oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atau AMIN.
Kritikan yang dilayangkan oleh Cak Imin terhadap Food Estate tidak dapat diabaikan, menyiratkan pertanyaan apakah program ini benar-benar seburuk yang digambarkan?
Sejak awal, Food Estate telah menjadi perdebatan di kalangan masyarakat.
Diklaim sebagai konsep untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, program ini mengintegrasikan pertanian, perkebunan, dan peternakan dalam suatu kawasan tertentu.
Baca Juga:Sudah 19 Kerja, Karyawan Google Ini Malah Senang di PHKKaryawan Google di PHK Lagi! Kini Korbanya Tim Sales
Meskipun demikian, kritik yang terus dilontarkan termasuk isu lingkungan, hak asasi manusia, dan keberlanjutan.
Cak Imin, sebagai salah satu pengkritik utama Food Estate, bukan tanpa alasannya.
Ia menyoroti pelanggaran aturan pemerintah oleh perusahaan swasta dalam pembangunan Food Estate, terutama di kawasan hutan seperti hutan lindung dan produksi.
Investigasi di Kalimantan Tengah menunjukkan dampak negatif, termasuk deforestasi yang meningkat dan banjir di beberapa wilayah.
Namun, pertanyaan mendasar muncul ketika melihat impor beras yang melonjak signifikan pada tahun 2023.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor beras sebanyak 3,06 juta ton, tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
“Selama 5 tahun terakhir impor beras di 2023 ini merupakan yang terbesar,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini.
Baca Juga:Lagi-lagi Sindir IKN, Anies Baswedan Bilang GiniNgeri! Ini Wujud Manusia Tahun 3000 Nanti
Meski Cak Imin terus menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap Food Estate, pemerintah membantah bahwa program ini gagal.
Kementan menyebut proyek Food Estate sebagai langkah progresif untuk menopang ketahanan pangan nasional, dengan fokus pada komoditas holtikultura dan beras.
Penting untuk mencermati skor Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Security Index/GFSI) Indonesia pada 2022.
Meskipun mengalami peningkatan, keterjangkauan harga pangan dinilai baik, tetapi aspek ketersediaan pasokan, kualitas dan keamanan pangan, serta keberlanjutan dan adaptasi masih lemah.
Dilema Food Estate mencuat saat melihat ketergantungan Indonesia pada impor beras yang terus meningkat.
Penambahan kuota impor beras diakui oleh pemerintah sebagai respons terhadap kebutuhan stok dan program bantuan.