Direktur PT Infovesta Utama Parto Kawito membeberkan, sebelum melakukan perhitungan saham yang layak menjadi juara, pihaknya mengawali penilaian dengan menerapkan seleksi awal yang mencakup 5 kriteria. ‘Seleksi awal ini penting, agar saham yang menjadi jawara merupakan saham berkualitas terbaik yang bisa menjadi acuan investor,’’ kata Parto.
Adapun kriteria seleksi awal dalam pemeringkatan Best Stock Award yakni Emiten tercatat di IDX minimal 5 tahun, rata-rata nilai transaksi harian dalam 1 tahun terakhir minimal Rp 1 miliar. Selanjutnya tidak mengikutsertakan emiten yang mempunyai notasi khusus dari IDX sampai batas waktu pengolahan data yang ditentukan kemudian; selanjutnya emiten tidak pernah atau tidak sedang memiliki mengalami masalah gagal bayar atau hukum berdasarkan keputusan resmi dalam 3 tahun terakhir; serta dalam rangka mendukung program ESG, emiten yang tidak memiliki Laporan Keberlanjutan periode tahun buku 2022 akan mendapat pengurangan nilai alias penalti.
Setelah lolos seleksi awal, emiten yang lolos akan dihitung dengan menggunakan sejumlah indikator meliputi aspek Kinerja Keuangan yang diberi bobot 40%. Terdapat 5 indikator penilaian terkait aspek tersebut yakni tren pertumbuhan top line (pendapatan) dan bottom line (laba bersih) selama 5 tahun, pertumbuhan gross profit margin selama 5 tahun, pertumbuhan laba operasi selama 5 tahun, pertumbuhan arus kas dari operasi selama 5 tahun, serta pertumbuhan ROE dan ROA selama 5 tahun.
Baca Juga:Hadiri WEF 2024, Dirut BRI Sebut Profesi Baru Ini Belum Bisa Digantikan Oleh Teknologi di Masa DepanDorong Pertumbuhan Ekonomi, BRI Fokus Dorong Literasi Pelaku Usaha Ultra Mikro
Kemudian aspek valuasi diberi bobot 20% dan menggunakan 2 indikator penilaian yakni Price to Earning Ratio atau rasio yang membandingkan antara harga saham dengan laba per saham dari setiap saham. Serta Price to Book Value Ratio yakni rasio yang membandingkan antara harga saham dengan nilai buku per saham.
Ada pula aspek Volatilitas dengan bobot 20% dan menggunakan indikator BETA. BETA merupakan indikator untuk mengukur sensitivitas suatu saham terhadap pergerakan IHSG sebagai benchmark-nya. Semakin low sensitivity atau BETA yang rendah maka diindikasikan dapat lebih stabil.
Terakhir yakni aspek Likuiditas yang diberi bobot 20% dan menggunakan dua indikator yakni rata-rata nilai transaksi harian dan rata-rata nilai frekuensi harian dalam setahun terakhir. Dengan indikator penilaian ini dapat menjadi acuan BBRI menjaga kinerja gemilang sepanjang 2024.