sumedangekspres, KOTA – Perceraian masih jadi perkara terbanyak yang diterima oleh Pengadilan Agama (PA) Sumedang. Berdasarkan data yang diperoleh, menunjukan bahwa faktor penyebab terjadinya percerian bisa dilihat dari jumlah perkara yang diterima pada Februari 2024 di PA Sumedang.
“Perkara mabuk, judi, poligami dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masing-masing 1 perkara. Meninggalkan salah satu pihak 17 perkara, perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus 132 perkara dan ekonomi 123 perkara,” ujar Panitera PA Sumedang, Maman Suherman kepada Sumeks, kemarin.
Adapun, lanjut panitera, jenis perkara yang diterima oleh PA Sumedang pada bulan Februari 2024 yaitu Ijin poligami 1 perkara, cerai talak 66 perkara, cerai gugat 227 perkara. Kemudian perwalian 2 perkara, asal usul anak 3 perkara, isbat nikah 2 perkara. Sedangkan dispensasi kawin 15 perkara dan penetapan ahli waris 3 perkara.
Baca Juga:Situ Jalin Kerjasama dengan ITBBandar Narkoba Sasar Remaja, Polisi Bekuk Sejumlah Pelajar dan Mahasiswa
“Supaya angka perceraiaan menurun, asas pencegahan atau mempersukar perceraiaan sbenarnya telah ada dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maupun Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,” ujarnya.
Dengan asas tersebut, lanjut panitera, dibuatlah norma yang menyatakan perceraian hanya dapat dilakukan melalui pengadian dan harus ada alasan-alasan yang dibenarkan secara hukum.
“Adapun alasan-alasan tersebut tercantum dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan, yang kemudian dirinci dalam Pasal 19 PP 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 KHI,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan, angka perceraian menjadi salah satu indikator penilaian untuk mengukur indeks pembangunan keluarga, melalui rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Maka untuk meningkatkan indeks tersebut, salah satu strategi yang harus ditempuh yaitu mempersukar perceraaian. Tentu saja pemerintah harus melibatkan berbagai stakeholders, termasuk lembaga peradilan,” ucapnya.
Dikatakannya, Mahkamah Agung Republik Indonesia menegaskan kembali asas untuk mempersukar perceraiaan melalui SEMA 1 Tahun 2022 dan SEMA 3 Tahun 2023, sejalan dengan Upaya pemerintah untuk meningkatkan indeks RPJMN 2020-2024 dengan cara menurunkan angka perceraian. (ahm)