Banyak Pemuda Muslim yang Memilih Jadi Agnostik karena Sikap Dai yang Kaku

Banyak Pemuda Muslim yang Memilih Jadi Agnostik karena Sikap Dai yang Kaku
Banyak Pemuda Muslim yang Memilih Jadi Agnostik karena Sikap Dai yang Kaku (ist)
0 Komentar

sumedangekspres – Banyak Pemuda Muslim yang Memilih Jadi Agnostik karena Sikap Dai yang Kaku.

Irfan Amalee, pendiri Peace Generation, membagikan penemuan menarik terkait tren yang mengkhawatirkan di kalangan pemuda, di mana banyak dari mereka memilih untuk meninggalkan agama Islam dan beralih menjadi agnostik atau bahkan ateis.

Mengacu pada data dari atheistcensus.com, Irfan menyebutkan bahwa terdapat 1.757 pemuda di Indonesia yang menyatakan diri sebagai ateis, dengan 56 persen di antaranya berasal dari agama Islam.

Baca Juga:7 Film Korea yang Wajib Ditonton, Dibintangi oleh Han So-heePerjalanan Karier Han So-hee, Bintang Muda di Industri Hiburan Korea

Angka ini diyakini masih jauh lebih tinggi jika semua yang tidak terdaftar dihitung.

Menurut Irfan, fenomena pemuda yang memilih untuk menjadi ateis atau agnostik ini disebabkan oleh kekecewaan terhadap perilaku para dai atau pemuka agama Islam yang tidak mencerminkan ajaran welas asih Islam.

Dia juga menyoroti pola pendidikan agama dari orangtua yang dianggapnya dogmatis dan keras, yang juga berperan dalam meningkatnya jumlah pemuda ateis.

Dalam Pengajian Bulanan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Irfan mengatakan bahwa ini merupakan sebuah tamparan bagi umat Islam yang ingin generasi berikutnya tetap taat pada agama, namun tanpa menyadari bahwa transmisi ajaran agama yang kurang simpatik justru membuat anak-anak kehilangan minat pada agama.

Selain dari polaritas ekstrim dalam meninggalkan Islam, pola pendidikan orangtua dan ajaran para dai juga berkontribusi pada munculnya kutub yang berbeda, misalnya menyebabkan anak-anak mengadopsi pemikiran radikal.

Irfan berharap agar Muhammadiyah dapat memperkuat dakwah moderat berbasis komunitas dan jamaah, serta melakukan penguatan keluarga.

Menurut survei lembaga riset Alvara, keluarga memiliki pengaruh yang lebih besar daripada media sosial terhadap pemahaman agama anak-anak.

Baca Juga:Fakta Menarik Tentang Han So Hee: Jejak Karier, Kontroversi, dan Kehidupan Pribadi yang InspiratifMemahami Konsep 'Transit Love' dalam Dinamika Percintaan: Kisah Han So Hee dan Maknanya yang Viral

Di sisi lain, Irfan menawarkan tujuh pendekatan yang diambil dari pengalaman membimbing para pemuda yang berada pada dua kutub ekstrim di atas.

Pendekatan tersebut termasuk kesadaran internal, konsekuensi logis, dukungan, koneksi sebelum koreksi, pemahaman, kendali diri, serta lembut namun tegas.

Selain itu, Irfan menegaskan pentingnya mengajak dan membimbing anak-anak muda untuk berpikir kritis.

Dengan memperoleh kemampuan berpikir kritis, pemahaman yang keliru terhadap agama dapat diminimalkan, dan dengan demikian, fenomena seperti meninggalkan agama akan dapat ditekan.

0 Komentar