sumedangekspres – Di tengah gemerlapnya dunia media sosial, YouTuber Korea Selatan (Korsel), Kim Jae Han atau yang lebih dikenal dengan Daud Kim, menjadi pusat perbincangan hangat di kalangan warganet.
Hal ini terkait dengan rencananya yang ingin membangun sebuah masjid di atas tanah yang baru saja dibelinya di Incheon, Korea Selatan.
Namun, rencana mulia ini tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan oleh Daud Kim.
Baca Juga:Indonesia U-23 Melaju ke Perempat Final Piala Asia U-23 2024 Qatar, Berikut Daftar Negara yang LolosBandara Internasional Karawang, Perencanaan Infrastruktur Baru di Jawa Barat
Dikutip dari berbagai sumber, rencana pembangunan masjid tersebut mengalami tantangan yang cukup serius, yakni penolakan dari beberapa pihak terkait.
Salah satunya adalah pemilik tanah sebelumnya yang telah meminta penghentian kontrak tanah.
Alasan pasti di balik permintaan ini belum terungkap secara jelas, meninggalkan banyak tanda tanya di benak para pengamat.
Namun demikian, beberapa pihak menduga bahwa penolakan dari warga sekitar mungkin menjadi salah satu faktor utama penyebabnya.
Sebelumnya, Daud Kim telah menyerahkan uang sebesar 20 juta won kepada pemilik tanah sebagai uang muka jual-beli tanah.
Namun, kendati sudah melakukan transaksi ini, ia masih dihadapkan pada penolakan yang cukup keras terkait rencananya membangun masjid di lokasi tersebut.
Tampaknya, perlawanan dari sebagian masyarakat setempat menjadi hambatan yang cukup signifikan bagi rencana mulia Daud Kim ini.
Baca Juga:Menghindari Risiko Kesehatan Mata, 5 Kesalahan Umum Penggunaan Lensa Kontak4 Tips Menyelamatkan Handphone yang Terendam Air
Tak hanya itu, Daud Kim juga tengah dihadapkan pada isu yang lebih serius lagi, yakni dugaan penipuan terkait dengan penggalangan dana untuk pembangunan masjid.
Meskipun belum ada kejelasan apakah tuduhan ini benar adanya atau tidak, namun keberadaannya telah menambah kompleksitas dari keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh Daud Kim.
Kontroversi yang melingkupi rencana pembangunan masjid oleh YouTuber terkenal ini mengingatkan kita akan kompleksitas dan tantangan yang bisa muncul dalam melakukan kegiatan amal di era digital.***