sumedangekspres – Sekilas Tentang Cara Pembuatan Bongsang Tahu Atau Wadah Tahu
Tahu Sumedang tak hanya lezat dalam rasa dan bentuknya, tetapi juga terkenal dengan pengemasannya yang unik menggunakan wadah bernama bongsang. Bongsang adalah keranjang kecil yang terbuat dari anyaman bambu, digunakan khusus bagi pembeli tahu Sumedang.
Eksistensi bongsang sangat terkait dengan popularitas tahu Sumedang, mirip dengan hubungan antara botol dengan minuman yang dikemas di dalamnya. Para perajin bongsang di Desa Cikoneng dan Desa Cikonengkulon, seperti Ade Sukiman dari UMKM Bongsang Jembar Sawargi di Dusun Cinungku, dapat menjalani kehidupan mereka berkat adanya tahu Sumedang.
Desa-desa ini menjadi sentra bagi perajin bongsang yang menghasilkan wadah unik ini.
Baca Juga:Kerajinan Tangan Ciri Khas Sukabumi yang Sudah Internasional10 Rekomendasi Oleh-oleh Makanan Khas Malang yang Wajib diCoba
Bongsang yang dihasilkan oleh para perajin dari Dusun Cinungku sangat diminati oleh berbagai konsumen, baik dari lokal maupun luar daerah.
Penjualan bongsang telah merambah ke berbagai wilayah di Indonesia, seperti Kalimantan, Sumatera (seperti Jambi), Kuningan, Jakarta, Sukabumi, dan daerah lainnya. Alasan banyaknya konsumen bongsang di daerah-daerah tersebut adalah karena banyaknya orang Sumedang yang berhasil mendirikan pabrik tahu di sana, sehingga kebutuhan akan wadah tahu juga meningkat.
Harga untuk satu kontet bongsang Cinungku berkisar sekitar Rp 43 ribu. Proses pembuatan bongsang dimulai dari pemotongan bambu menjadi ukuran yang dibutuhkan, yaitu 74 sentimeter untuk bongsang kecil dan 90 sentimeter untuk bongsang besar. Kemudian bambu diproses menjadi bahan anyaman melalui proses “dihua” atau pengrajan.
Setelah itu, dilakukan proses penganyaman dalam tiga tahap, yaitu anyaman bagian bawah, tengah, dan atas, hingga terbentuk satu buah bongsang yang siap digunakan.
Bersama dengan berjalannya waktu, jumlah perajin bongsang semakin bertambah, bahkan tidak hanya di Sumedang.
Sebelumnya, keberadaan perajin bongsang lebih terfokus di daerah seperti Cisarua, Rancakalong, dan wilayah lain di Sumedang. Konsumennya mayoritas adalah dari kalangan lokal, yang biasanya datang langsung ke Desa Cikoneng dan Desa Cikonengkulon jika mencari bongsang.
Perlu dicatat bahwa penyebaran perajin bongsang dimulai dari pernikahan, ketika orang dari desa tersebut menikah dengan wilayah lain di Sumedang, dan akhirnya mulai membuat bongsang di wilayah baru tersebut.