sumedangekspres – CICALENGKA – Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang semakin menjamur di wilayah Desa Cicalengka Wetan dan Cicalengka Kulon, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, menjadi sorotan masyarakat dan pemerintah setempat.
Selain mengganggu lalu lintas, PKL juga merusak estetika lingkungan karena membuat kawasan terlihat kumuh.
Sekretaris Desa Cicalengka Wetan, Ardhi Saehari, mengakui bahwa PKL saat ini telah menjamur bahkan di depan pasar.
Baca Juga:Raih Penghargaan SPBE, Pj Bupati Sumedang Diundang ke Istana NegaraPemuda Muhammadiyah Sumedang Soroti Tawuran yang Kian Masif
“Mereka buka lapak dari subuh sekitar pukul 4.00 WIB. Biasanya ada yang sampai pukul 7.00 atau 8.00 tutup, ada juga yang pukul 11.00 WIB tutup lapak,” ujarnya, baru-baru ini.
Ardhi menjelaskan bahwa PKL bermunculan tanpa sepengetahuan Pemerintah Desa (Pemdes) Cicalengka Wetan.
“Kita memang tidak tahu, karena mereka (PKL) tiba-tiba ada sampai akhirnya menjamur. Tapi untuk keluhan warga ke desa sampai sekarang belum ada,” tambahnya.
Berdasarkan pantauan Sumeks, PKL berjajar di sepanjang Jalan Kabupaten Bandung, sekitar 600 meter. Mereka terlihat mulai dari Gedung Nasional (GDN) di Desa Cicalengka Kulon hingga area Baron di Desa Cicalengka Wetan.
Keberadaan PKL ini ramai dikunjungi pembeli, baik pejalan kaki maupun pengendara yang melintas.
Barang yang dijajakan PKL cukup beragam, mulai dari sayuran, daging ayam, buah-buahan hingga berbagai bumbu dapur. Hal ini membuat Pasar Baru Cicalengka seolah mati suri karena konsumen lebih dulu membeli dari PKL.
Ardhi menyatakan bahwa Pemdes Cicalengka Wetan belum pernah mengusulkan penertiban PKL kepada Pemerintah Kabupaten Bandung.
Baca Juga:Menjelang Hari Raya Idul Adha: Pasar Hewan Tanjungsari Diserbu PembeliCCEP Indonesia Tegaskan Komitmen Pengelolaan Air dan Kesejahteraan Komunitas di World Water Forum 2024
“Mungkin ini akan coba kita koordinasikan, terkhususnya apabila memang ada keluhan warga, baik mengenai estetika maupun Kamtibmas (Ketertiban dan Keamanan Masyarakat),” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Pemdes tidak pernah mengatur lapak-lapak PKL meski berada di wilayahnya.
“Tidak ada retribusi dan tidak ada konfirmasi, mereka (PKL) tahu-tahu berjualan saja,” jelas Ardhi.
Ia juga mengungkapkan bahwa jumlah PKL kini jauh lebih banyak dibanding sebelumnya. Denwisky, atau akrab disapa Dawai, Pengurus Pedagang Dalam Pasar Baru Cicalengka, menyatakan bahwa keberadaan PKL sangat merugikan pedagang resmi.
“Sangat terdampak, hampir 70 persen pendapatan merosot dari yang biasanya normal,” katanya.