sumedangekspres – Olahraga Tradisional Panah Khas Sumedang Dari Jaman Kerajaan Sampai Saat Ini
Tradisi Panah Kasumedangan adalah salah satu warisan budaya yang sangat berharga dari Kabupaten Sumedang. Keunikan dari tradisi ini terletak pada cara membidik yang tidak mengandalkan mata, tetapi hati. Hal ini menunjukkan bahwa keahlian memanah bukan sekadar keterampilan fisik, tetapi juga memerlukan kepekaan dan konsentrasi batin.
Kabupaten Sumedang, dengan julukan sebagai pusat budaya Sunda, menjadi tempat di mana tradisi-tradisi lama seperti Panah Kasumedangan tetap hidup dan dilestarikan. Melalui tradisi ini, berbagai makna kehidupan diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Baca Juga:Makanan Tradisional Kha Sunda, Masih Eksis Sampai Sekarang5 Macam Permainan Tradisional Sunda dan Cara Bermainnya
Panah Kasumedangan tidak hanya menjadi sekadar permainan atau olahraga, tetapi juga menjadi bagian dari kearifan lokal yang menjadi identitas masyarakat setempat. Upaya pelestarian tradisi ini juga menjadi salah satu cara untuk menghargai warisan nenek moyang dan sejarah yang kaya di Kabupaten Sumedang.
Sejarah Panah Kasumedangan juga tidak bisa dipisahkan dari periode kejayaan Kerajaan Sunda terakhir, Sumedang Larang. Para pembesar kerajaan ini menjadikan panah sebagai salah satu peralatan wajib di keraton, menandakan pentingnya peran tradisi memanah dalam kehidupan dan budaya mereka.
“Awalnya, tradisi Panah Kasumedangan dimulai oleh raja pertama, Prabu Geusan Ulun,” ungkap Ketua Wadah Endong Panah Kasumedangan, Bayu Gustia Nugraha, seperti yang diungkapkan dalam video YouTube Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX.
Para pemanah dari kerajaan kemudian dilatih menjadi pasukan perang panahan, yang menunggang kuda sambil mengayunkan busur panah dalam pertempuran. Salah satu hal yang unik adalah posisi busur panah yang tidak tegak lurus, tetapi tetap miring. Hal ini bertujuan agar busur panah tidak mudah terlihat oleh musuh ketika pasukan bersiap untuk menyerang.
Panahan tidak hanya menjadi kegiatan yang disukai, tetapi juga dijadikan bagian dari budaya kerajaan Sumedang Larang. Para pejabat keraton Sumedang pada masa lalu menjadikan panahan sebagai sarana untuk mempererat hubungan dengan masyarakat.
Mereka mengatur berbagai acara yang melibatkan panahan, mulai dari berburu hama di atas bukit, memanah di lapangan terbuka, hingga mengadakan Pasanggiri Panahan, sebuah acara memanah dalam bentuk kompetisi.