Kepengurusan Pasar Resik Semi Modern Jatinangor Meradang

PANTAU: Lokasi Pasar Resik Semi Modern di Kecamatan Jatinangor, baru-baru ini.
PANTAU: Lokasi Pasar Resik Semi Modern di Kecamatan Jatinangor, baru-baru ini.
0 Komentar

sumedangekspres, JATINANGOR – Kekisruhan di internal kepengurusan antara para pedagang Pasar Semi Modern Resik Jatinangor yang berlokasi di Desa Cibeusi Kecamatan Jatinangor dengan pengelola pasar lama semakin ramai diperbincangkan. Para pedagang menuduh ada kejanggalan dalam proses kepengurusan lahan oleh pengelola lama dari pemilik tanah ke para pedagang.

Termasuk dalam pengelolaan keuangan pasar selama hampir 12 tahun berdiri. Yang sebagian menurut pedagang pasar semi modern Resik Jatinangor itu kurang keterbukaan dan transparansi ke para pedagang.

Menjawab tuduhan itu, Pengelola Pasar Semi Modern Resik Jatinangor, Dadang Rohmawan yang waktu itu masih menjabat anggota DPRD Kabupaten Sumedang masa periode 2014-2019 ,mengatakan jika dirinya bersama pengurus PRJ (Pasar Resik Jatinangor) yang lama yang dalam hal ini ada Joko Loyor sebagai Ketua, dan H. Nana sebagai sekretaris, mengaku telah menjalankan tugasnya sesuai prosedur.

Baca Juga:Upacara Penurunan Bendera HUT RI Ke-79 di Kabupaten Sumedang Berlangsung Khidmat 400 Ton Mangga Gedong Gincu Sumedang Akan Diekspor ke Jepang

“Mereka itu kan bicaranya adalah hari ini atau sekarang, tapi mereka tidak pernah bicara ataupun mengungkapkan tentang historis berdirinya pasar semi modern Resik Jatinangor ini. Saya jelaskan bahwa awal mula Pasar Resik itu berdiri adalah saya waktu itu sebagai wakil rakyat di Dapil 1 (Cimanggung-Jatinangor). Saya kedatangan beberapa orang pedagang datang ke rumah. Diketahui, mereka itu adalah para pedagang eks Pasar Cileunyi yang tidak setuju revitalisasi pasar Cileunyi oleh Pemkab Bandung. Maka mereka memilih keluar zona dan mereka sudah berjalan masuk ke wilayah Jatinangor,” ujarnya, baru-baru ini.

Para pedagang yang saat itu berjumlah 49 orang mengklaim tanah milik Pak Haji Bustam (pemilik lahan pasar) untuk dijadikan lahan usaha. Mereka mendirikan bangunan dan berjualan tanpa menempuh proses perizinan termasuk kepada warga sekitar.

“Jadi pada dasarnya begitu mereka masuk ke Jatinangor dengan membangun fasilitas perdagangan, mereka usaha, ternyata pemerintah daerah banyak kekhawatiran bahwa pasar itu akan menjadi kumuh dan kebakaran, termasuk kemacetan. Nah mereka datang lagi ke rumah dengan menyampaikan keluhan itu. Akhirnya karena merasa iba, saya bantu mereka. Saya membantu salah satu diantaranya mereka adalah pedagang pasar tradisional tapi dengan konsep pasar semi modern. Alhamdulillah mereka bisa berjualan sampai sekarang,” ujarnya.

0 Komentar