Ini bukan hanya hukuman fisik yang melibatkan rasa sakit ekstrem, tetapi juga penghancuran identitas dan harga diri wanita.
Pada masa itu, banyak wanita yang menjadi korban alat ini hanya karena mereka dituduh melakukan dosa-dosa yang dianggap melawan moralitas.
Namun, sistem hukum yang diterapkan pada masa itu sering kali tidak mempedulikan fakta atau bukti yang sebenarnya.
Baca Juga:Remaja Meninggal Karena Dicup4ng Pacarnya, Niat Romantis Malah Berujung TragisMay4tnya Hancur Terbakar, Ini Kisah Kosmonot Pertama yang Jatuh dari Luar Angkasa, Vladimir Komarov
Tuduhan seperti perzinahan atau aborsi sering kali dilemparkan kepada wanita tanpa dasar yang kuat, dan mereka pun langsung dihukum.
Breast Ripper sendiri menjadi salah satu alat penyiksaan yang paling ditakuti pada zamannya.
Korban tidak hanya merasakan sakit luar biasa saat alat ini digunakan, tetapi juga harus menanggung luka yang bisa merusak tubuh mereka secara permanen.
Setelah melalui penyiksaan ini, banyak wanita yang tidak bisa pulih secara fisik maupun mental.
Alat ini tidak hanya menghancurkan tubuh korban, tetapi juga jiwa mereka.
Bekas luka yang dihasilkan dari penyiksaan ini sering kali menjadi pengingat seumur hidup bagi korban, sementara masyarakat di sekitar mereka menganggap hukuman tersebut sebagai pelajaran yang sah.
Banyak wanita yang menjadi korban dari alat ini juga diasingkan dari masyarakat setelah mengalami penyiksaan tersebut.
Baca Juga:Penampakan Bangsa Elf di Antartika: Antara Mitos dan Realita7 Cara Melihat Hantu yang Sering Dipraktekan Orang
Mereka sering kali dianggap sebagai wanita yang telah berdosa, meskipun mereka mungkin tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan kepada mereka.
Tuduhan seperti perzinahan dan aborsi, yang sering kali diarahkan kepada wanita, mencerminkan bagaimana standar moral yang diterapkan pada masa itu sangat tidak adil dan diskriminatif terhadap perempuan.
Penggunaan Breast Ripper mencerminkan ketidakadilan sistem hukum yang tidak memberikan kesempatan bagi wanita untuk membela diri atau membuktikan ketidakbersalahan mereka.
Sistem hukum pada abad ke-16 masih sangat jauh dari konsep keadilan yang kita kenal saat ini.
Wanita, khususnya, sering kali menjadi korban dari sistem ini yang lebih mengutamakan penghukuman daripada mencari kebenaran.
Breast Ripper menjadi salah satu simbol dari sistem yang sangat tidak manusiawi tersebut.
Kisah-kisah mengenai alat penyiksaan ini mengingatkan kita akan pentingnya memperjuangkan hak asasi manusia, terutama bagi kelompok yang rentan terhadap ketidakadilan.