sumedangekspres – N (19) kini harus mengalami trama di seumur hidupnya setelah ia mengalami pelecehan yang diduga dilakukan oleh sang paman, J.
korban merupakan salah seorang mahasiswi asal Karawang, Jawa Barat, yang diduga merupakan korban pelecehan namun dipaksa untuk menikahi pelaku dengan alasan untuk menutup aib.
Menurut Gary Gagarin selaku kuasa hukum keluarga korbam, pada saat kejadian tepatnya pada tanggal 9 April 2025 korban tengah berada dirumah neneknya.
Baca Juga:Hasil SMUP 2025 Diumumkan, 4.940 Peserta Lolos!Dijuluki Sebagai Negara Raja Terong, Ini Dia 5 Negara Penghasil Terong Terbaik di Dunia
J diduga melakukan hipnotis sehingga korban tidak berdaya saat ia melancarkan aksi pelecehan tersebut.
Aksi J kemudian dipergoki oleh nenek korban dan J segera digiring ke kantor polisi untuk diadili.
Sayangnya, Polsek tidak mengarahkan kasus tersebut ke Unit PPA Polser dan justru berujung mediasi untuk berdamai.
Gary juga mengungkap akan adanya tekanan ke keluarga korban untuk menyepakati pernikahan dengan alasan hal itu merupakan aib desa.
Akan tetapi pernikahan tersebut tidak berlangsung lama dan hanya bertahan selama satu hari.
“Pernikahan pun hanya selang sehari, langsung diceraikan,” ungkap Gary pada Kamis (26/6) kepada media masa.
Menanggapi kuasa hukum korban, Kasi Humas Polres Karawang, IPDA Cep Wildan, berikan konfirmasi jika kasus tersebut ditangani oleh Polsek Malajaya.
Baca Juga:Gampang dan Enak, Ini Dia Resep Sate Kangkung yang Lagi ViralRekomendasi Jus Buah Untuk Cerdaskan Anak dan Aman Dikonsumsi Setiap Hari Secara Rutin
Pihak Kepolisian menilai kasus tersebut tidak bisa diproses secara hukum kepada Unit PPA Polres Karawang karena korbam bukan anak di Bawah umur.
“Korban sudah 19 tahun, jadi bukan anak di bawah umur. Kalau ke PPA, itu untuk anak-anak karena lex specialis, makanya kemarin difasilitasi untuk berdamai,” ungkapnya.
Menyayangkan keputusan pihak Kepolisian, Komisi III DPR bahkan turun tangan dan soroti kasus tersebut.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati, dengan lantang mengaku geram terhadap penanganan kasus tersebut.
“Penanganan kasus kekerasan seksual tidak boleh melalui mekanisme restorative justice, tidak boleh ada kata damai. Tentu hal ini tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Kapolri bahwasannya menikahkan pelaku kekerasan seksual dengan korban bukanlah sebuah langkah yang tepat,” papar Sari Yuliati pada Sabtu (28/6).
Sari mengimbau aparat kepolisian setempat agar menangani kasus kekerasan seksual secara serius, sesuai dengan arahan yang pernah disampaikan Kapolri.