BERANI BERSUARA terhadap ketimpangan dalam berbagai aspek kehidupan sosial, politik, budaya, hukum dan kerapuhan para penyelenggara negara, pun ditegaskan Megawati Soekarno Putri. Bahkan Megawati mengajak untuk menyatukan jiwamu, hatimu dan segenap akal budimu dengan menyatu dengan rakyat. Bukan mempertontonkan gaya hidup hedonis model flexing.
Wiji Tukul, pun natizen hanya membutuhkan kebijakan yang memenuhi asas publik reason. Berdasarkan nilai, prinsip yang dapat diterima, transparan, akuntabilitas dan didasarkan atas dialog publik yang terbuka dan mempromosikan keadilan serta keadaban publik. Kebijakan yang membawa eudomonia, memberi manfaat untuk orang banyak, bukan hanya untuk sekelompok kroni atau individu.
Mengembangkan kebebasan bersuara yang argumentative dan didasarkan atas logika yang benar dengan tujuan untuk kemaslahatan bersama itu yang diperjuangkan bersama. Keadilan dan keadaban harus terus disuarakan. Wiji Tukul mengajari kita untuk bersuara dengan beradab. Pedas tapi elegan. Sebab bersuara tak melulu memakai mulut atau sound horeg. Kita pun tidak ingin pejabatkan kita di-Nepalkan, walau sudah ada yang “di- Nepalkan”. Seperti yang ramai di medsos atas suara netizen. (Kang Marbawi, 270925)