Dari Tinta ke Cahaya Jiwa

Dari Tinta ke Cahaya Jiwa
Dari Tinta ke Cahaya Jiwa. (Ilustrasi- Pinterest).
0 Komentar

SUMEDANG ESKPRES – Ingin tahu puisi yang menyentuh hati khusus hanya untuk puisi guru. Keppo banget? Sini simak..

Guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Ucapan itu bukan sekadar slogan, melainkan kenyataan yang kita rasakan hingga hari ini.

Dari sebatang kapur, setetes tinta, hingga lantunan kata yang penuh makna, guru menyalurkan ilmunya dengan tulus untuk menerangi jiwa-jiwa muda.

Baca Juga:Dari Kapur ke Hati MuridPelita di Tengah Gelap: Guruku

Dari tinta ke cahaya jiwa, begitulah peran seorang guru dalam mendidik generasi. Setiap coretan di buku tulis bukan hanya rangkaian huruf, melainkan bekal pengetahuan yang kelak menjadi cahaya penerang masa depan.

Dari pelajaran sederhana, murid belajar arti kesungguhan, kejujuran, dan ketekunan.

Tidak jarang, seorang guru menjadi sosok pengganti orang tua di sekolah. Dengan sabar, mereka mendengar keluh kesah, membimbing ketika murid jatuh, dan menegur ketika salah. Senyum mereka yang tulus menjadi semangat baru, bahkan ketika dunia terasa begitu berat.

Perjalanan pendidikan bukanlah perkara mudah. Guru tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menanamkan nilai kehidupan.

Dari tinta pena yang menggoreskan ilmu, mereka menyalakan api semangat, mengubah kebodohan menjadi pengetahuan, dan menjadikan kebingungan sebagai jalan menuju kebijaksanaan.

Maka, setiap murid sesungguhnya membawa bagian dari gurunya dalam hidup mereka. Seperti cahaya lilin yang terus menyala meski dinyalakan dari api kecil, begitu pula ilmu guru akan terus berkembang di hati murid-muridnya.

Guru adalah jembatan antara gelap dan terang, antara kebodohan dan pengetahuan. Dari tinta sederhana, lahirlah cahaya jiwa yang akan menerangi bangsa di masa depan.

Puisi

Dari Tinta ke Cahaya Jiwa

Di meja kayu yang sepi sunyi,

Lampu temaram berbisik pelan,

Terhampar kertas putih menanti,

Menggenggam pena, hati kurangkai.

Tinta hitam memecah keheningan,

Menari lincah di atas lembar,

Membawa beban, rasa, kenangan,

Merangkai makna dari yang samar.

Bukan sekadar aksara mati,

Bukan hanya coretan tanpa raga,

Namun jembatan dari sanubari,

Menuang sunyi menjadi nada.

Alirannya mengukir kata,

Mengupas perih, merajut harap,

Mencari bentuk dari gulana,

Menghidupkan mimpi yang terlelap.

0 Komentar