Menggali Filosofi "Eling" di Balik Nada Ceria Lagu Cing Cangkeling

Menggali Filosofi \"Eling\" di Balik Nada Ceria Lagu Cing Cangkeling
Menggali Filosofi \"Eling\" di Balik Nada Ceria Lagu Cing Cangkeling - ( Ilustrasi)
0 Komentar

SUMEDANG EKSPRES, LIRIK – Lagu daerah seringkali menyimpan kearifan lokal yang tersembunyi di balik melodi sederhana.

Salah satunya adalah “Cing Cangkeling” dari Jawa Barat. Di telinga anak-anak, lagu ini mungkin hanya iringan riang saat bermain ucing-ucingan (petak umpet).

Namun, bagi orang dewasa yang mau merenung, lagu ini adalah sebuah nasihat spiritual yang disamarkan dalam rima jenaka.

Baca Juga:Saksi Bisu Kejayaan, Menguak Keunikan 5 Tempat Paling Bersejarah di SumedangTruk Bermuatan Galon Terguling dan Hantam Bus Budiman di Rancaekek, Akibatkan Dua Orang Luka-luka

Keunikan “Cing Cangkeling” terletak pada kontras antara nadanya yang ceria dan maknanya yang sangat mendalam. Ia adalah sebuah “parodi” spiritual yang mengajak kita berhenti sejenak dari hiruk pikuk dunia.

Keunikan: Nasihat Filosofis Berbalut Lagu Permainan

1. Kontras Melodi dan Pesan

Lagu “Cing Cangkeling” menggunakan tangga nada pentatonis slendro, yang memberikan kesan lincah, gembira, dan bersemangat.

Nada ini sangat cocok untuk mengiringi permainan anak. Namun, liriknya justru membahas tentang kesadaran diri, ketenangan hati, dan hakikat kehidupan. Kontras inilah yang membuatnya unik—sebuah cara tradisional Sunda menanamkan nilai-nilai luhur sejak dini, tanpa terasa menggurui.

2. Misteri Etimologi yang Tersirat

Frasa utama, “Cing Cangkeling,” sendiri menyimpan keunikan etimologis. Secara harfiah, “cing” bisa berarti permohonan agar diam, dan “cangkeling” berarti menyepi atau menyendiri. Namun, banyak tafsir yang melihatnya sebagai kependekan dari:

Membedah Makna: Dari Burung Cacat Hingga Rahmat Tuhan

Lirik lagu “Cing Cangkeling” adalah metafora yang kaya, khususnya pada bait kuncinya:

Lirik (Sunda)Terjemahan HarafiahMakna Filosofis
Cing cangkelingMari menyendiri / Coba cepatlah sadarElinglah (sadarkah) Manusia! Ajakkan untuk sadar diri dan merenung.
Manuk cingkleung cindetenBurung yang cacat/tak sempurna bertengger (diam)“Manuk cingkleung” (hati yang tidak terikat/bebas) dan “cindeten” (tenang/diam) adalah kondisi hati yang ideal.
Plos ka kolongLolos/masuk ke kolongDunia yang fana.** “Kolong langit” (dunia) yang rendah atau fana.
Bapa satar bulenengBapak yang berbidai (seperti keranda) tampak jelas/bulatPenuh Rahmat dan Berkah Tuhan. “Buleneng” diartikan sebagai lingkaran penuh rahmat dan berkah, yang didapatkan jika hati sudah tenang dan eling. Dalam tafsir lain, ini juga mengingatkan pada keranda (Bapa Satar) yang membawa manusia setelah mati, menyadarkan bahwa kita tidak membawa apa-apa selain amal.
0 Komentar