SUMEDANGEKSPRES.COM, Kota – Desa Cipancar merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Sumedang Selatan. Desa yang sering dilalui oleh pengunjung objek wisata Citengah atau Cisoka.
Menurut cerita masyarakat, Desa Cipancar memiliki sejarah yang cukup mendalam, bisa disebutkan salah satu kampung buhun yang berada di Sumedang. Desa ini sudah berdiri dari abad ke 7-8 Masehi atau bisa dikatakan lebih tua dari Kabupaten Sumedang itu sendiri.
Didi Kusmyadi, tokoh masyarakat Sumedang menceritakan sejarah Desa Cipancar, sebuah Desa yang sudah ada sejak kejadian perebutan tahta di Kerajaan Galuh Pakuon di Garut.
Baca Juga:Sahrul Gunawan Hadiri Acara PPPSD Padasuka 3 Geber Vaksinasi Anak, Dra Hj Yia Fitriiani Sponsori Vaksinasi
Dulu, saat Sang Saja hendak menurunkan tahta kepada anaknya yang bernama Purbasora terjadilah kudeta. Mirisnya, kudeta tersebut dilakukan oleh keluarganya sendiri. Akibatnya, terjadi perang saudara yang membuat Purbasora terdesak. Purbasora bersama ketiga putranya disertai Jaksa Wiragati harus lari meninggalkan Galuh yang tengah kacau.
Mereka berlari tanpa tahu tujuan. Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana caranya mereka bisa selamat dari kekacauan yang terjadi di Kerajaan tersebut. Hingga sampailah mereka di daerah yang kini bernama Cipancar.
Pada saat itu daerah Cipancar sudah berpenghuni, namun jumlahnya masih terbilang sedikit. Kala itu, daerah tersebut belum dikenal sebagai ‘Cipancar’, bahkan belum belum memiliki nama.
Asal muasal penamaan Cipancar adalah ketika Purbasora secara tidak sengaja menemukan Mata Air saat pertama kali menjajakan kaki di daerah tersebut. Mata Air tersebut memiliki aliran yang deras.
“Cipancar,… Cipancar,” dengan spontan Purbasora berkata demikian.
Cipancar yang berarti Air yang Memancar. Sebutan itulah yang sampai saat ini menjadi nama bagi desa Cipancar
Desa Cipancar memiliki beberapa jenis kesenian seperti Calung dan Tarian yang menciptakan sebuah kekhasan daerah tersebut.
Selain itu, ada sebuah Urban Legend yang berkembang di Desa Cipancar, pantrangan untuk menyebutkan kata ‘ucing’. Sebagai ganti dari kata terlarang tersebut adalah ‘enyeng’.
Baca Juga:Longsor Pangalengan Memakan Korban JiwaBukan Tempat Tontonan Kapolsek Cibugel Himbau Jauhi Tempat Longsor
Usut punya usut tidak boleh menyebutkan ‘ucing’ di daerah tersebut dikarenakan salah satu leluhur di sana dinamai mbah Ucing, sehingga tidak sembarangan seseorang menyebutkan kata ‘ucing’.