CONGGEANG – Sederet rumah jaman dulu (jadul) yang berada di Desa Cibubuan, Kecamatan Conggeang, beberapa di antaranya memiliki nilai sejarah yang lekat dengan pasukan Siliwangi pada masa peperangan.
Rumah-rumah dengan bangunannya yang khas tampak begitu unik dan menarik, siapa sangka rumah-rumah di Desa Cibubuan tersebut memiliki nilai sejarah.
Salah satunya rumah peninggalan Kardun Martapura bersama istrinya Salni pada saat peristiwa longmarch kedua Divisi Siliwangi saat diharuskan kembali ke Jawa Barat (1948-1949).
Baca Juga:Menko Airlangga: Indonesia Cetak Rekor Tertinggi Dalam 15 TahunKejar Target 60 Persen, Turunkan Level ke PPKM 1
Arys Rukmana (58) yang menikah dengan Cucu Kardun Martapura, Tintin Somadipura (56), menjelaskan bahwa rumah nomor 8, RT 07 RW 02 Desa Cibubuan merupakan rumah bebuyutnya, yang memiliki sejarah cukup penting.
Rumah tersebut menjadi tempat pertemuan saat pasukan Siliwangi akan memasuki Kota Bandung.
“Pada peristiwa longmarch kedua, sebelum memasuki Kota Bandung, pasukan mengadakan pertemuan di rumah itu, pertemuan itu bertujuan untuk menahan pasukan agar tidak masuk dulu ke Kota Bandung,” ungkap Arys, Selasa (18/1).
Pertemuan itu dilakukan antara Panglima Pasukan Siliwangi Letkol Sadikin dengan Bupati Sumedang dibawah kekuasaan Belanda, Raden Tumenggung M. Singer.
“Pada saat pertemuan itu tidak membuahkan kesepakatan dimana Letkol Sadikin bersama pasukan Siliwangi-nya bertekad tetap akan menerobos Kota Bandung, dalam pertemuan itu, Letkol Sadikin keluar sambil berucap ‘merdeka atau mati’,” jelas Arys.
Pasca pertemuan itu terjadilah pertempuran antara Pasukan Siliwangi dengan tentara Belanda di Cadas Pangeran. Dalam pertempuran itu, dimenangkan oleh Pasukan Siliwangi.
“Akibat pertempuran itu, Belanda memerintahkan tentaranya untuk melakukan operasi sapu bersih, akibatnya pasukan Siliwangi harus meninggalkan Buahdua lalu bergeser ke wilayah Situraja Sumedang,” jelas Arys.
Baca Juga:Pemda Belum Respons Tagihan Pematangan LahanTruk Tanki Terperosok, Lalin Macet Berjam-jam
Operasi sapu bersih yang dilakukan oleh Belanda, menyerang kawasan sekitaran Desa Cibubuan-Conggeang dan Desa Sekarwangi-Buahdua.
Kejadian itu pula dikenal oleh masyarakat Sumedang dengan sebutan peristiwa 11 April 1949 atau tepat saat gugurnya Komandan Bataliyon Tarumanegara Mayor Abdurahman dan pasukan lainnya.
“Saat itu, Mayor Abdurahman dan 11 orang pasukannya tertangkap lalu ditembak mati di depan balai desa yang sekarang berdiri itu. Mayor Abdurahman yang saat itu sedang terserang penyakit malaria, tetap menjaga rahasia dari Belanda saat diminta untuk membuka keberadaan pasukan Siliwangi yang dipimpin oleh Letkol Sadikin yang telah bergeser dari Situraja,” tambah Arys.