sumedang, KOTA – Mahkota Binokasih merupakan peninggalan Raja Sunda dulu yang berhasil diselamatkan oleh Sayang Hawu, Terong Peot, dan Kondang Hapa pada saat perang Pakuan Pajajaran dengan Kerajaan Banten. Naskah tersebut dan dibahas Nonoman Keraton Sumedang Larang (KSL) yang juga Ketua Pengurus Yayasan Nazhir Wakaf Pangeran Sumedang (YNWPS) Rd Luky Djohari Soemawilaga pada saat Pembukaan Bedah Naskah Kuno di Keraton Sumedang Larang.
Menurutnya, Karuhun Sumedang mengajarkan tentang rasa kasih sayang, rasa saling mengharumkan dan rasa saling peduli yang begitu erat. Sehingga menimbulkan keterikatan dan kesejahteraan antar sesama.
“Dulu Karuhun Sumedang mengajarkan tentang silih asih, silih asuh dan silih wawangian kepada kita agar kita memiliki tali persaudaraan yang kuat,” jelas Luky, Selasa (15/3).
Baca Juga:Tak Digubris, Pedagang Kaki Lima DitertibkanPuluhan Kendaraan Diperiksa Subdenpom Ill 2-1
Luky mengatakan, warna di sekeliling Mahkota Binokasih ini dihiasi warna-warna dari TQN (Thoriiqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah) yang mengajarkan tentang kasih sayang.
“TQN mengajarkan tentang kunci dari kasih sayang terhadap sesama,” ucapnya.
Bedah Kitab Kuno Pangeran Mekah ini berisi tentang ajaran TQN yang mengajarkan rasa kasih sayang (welas asih) kepada sesama dan juga berisikan cara untuk mendekat dengan Sang Pencipta.
“Di TQN ini mengajarkan tentang rasa kasih sayang dan cara untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta,” tambahnya.
Selain itu, Luky juga mengatakan amalan ini merupakan cara untuk meluluhkan hati yang keras menjadi luluh dan menerima apa yang diberikan oleh Sang Pencipta.
“Amalan ini merupakan cara untuk meluluhkan hati yang keras menjadi luluh dan menerima apa yang di berikan oleh Sang Pencipta,” jelasnya.
Berdirinya Keraton Sumedang Larang tidak hanya sebagai pusat budaya saja, tetapi sebagai tempat untuk syiar agama Islam melanjutkan sesepuh dahulu.
“Keraton Sumedang Larang bukan hanya sebagai pusat budaya saja tetapi bisa sebagai tempat untuk syiar agama,” pungkasnya. (wly/job)